Bandar Lampung (ISN) – Dampak dari Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) batal masuk ke rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) beberapa waktu lalu, mengundang kekecewaan dari elemen dan lembaga yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak di Provinsi Lampung.
Akibatnya mendorong Aliansi yang tergabung dari Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Provinsi Lampung, Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Lampung serta teman-teman mahasiswa dari UIN Raden Intan Lampung melakukan audiensi dengan DPRD Provinsi Lampung, Senin 3 Januari 2022.
Dalam audiensi tersebut, dihadiri unsur pimpinan dan anggota DPRD seperti Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay, Wakil Ketua II Ririn Kuswantari, Ketua Komisi V Yanuar Irawan, anggota Komisi V Jauharoh Haddad, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Lampung Apriliati dan lainnya.
Dalam jalannya diskusi tersebut, Wakil Ketua II DPRD Ririn mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh dibentuknya regulasi untuk memberikan kepastian hukum, khususnya kepada perempuan dan anak.
Sehingga kasus-kasus seperti kekerasan terhadap anak, tindakan berupa indikasi pelecehan seksual kepada perempuan dapat ditekan seminimal mungkin.
“Prinsipnya saya mendukung agar segera disahkan RUU TPKS, ini sebagai langkah dari pemerintah dalam memberikan kepastian hukum bagi perempuan dan anak. Agar kasus-kasus kekerasan dan tindakan yang terindikasi pelecehan seksual dapat ditekan,” pungkas Ketua KPPG Lampung tersebut.
Di sisi lain, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Lampung Apriliati juga sepakat agar RUU TPKS segera disahkan. Dengan hadirnya regulasi tersebut, diharapkan dapat menekan kasus-kasus pelecehan seksual yang belakangan ini sedang marak terjadi.
“Tentunya kita prihatin banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual yang sedang marak terjadi, sehingga kita mendorong agar RUU TPKS ini segera disahkan menjadi Undang-undang. Sehingga nanti dalam implementasinya kita kawal bersama,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Bapemperda DPRD Lampung Jauharoh Haddad juga menyatakan pandangan yang sama. Ia mendorong agar RUU TPKS dapat segera disahkan.
Selain itu, pihaknya juga berencana dalam waktu dekat ini bakal menggodok sebuah Rancangan Peraturan Daerah (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) di Tahun 2022. Hal tersebut disebabkan karena kasus pelecehan terhadap perempuan dan anak dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Perlu diketahui, di Provinsi Lampung sendiri sudah tercatat 542 kasus pelecehan perempuan dan anak jika dibandingkan dengan kasus pencurian dan begal.
“Setelah kita kaji lebih dalam mengenai RUU TPKS ini Saya memohon kepada DPRD agar segera mengesahkan RUU TPKS, karena mengingat dan bisa kita saksikan saat ini kasus kekerasan seksusal pada perempuan dan anak semakin meningkat”, ungkap ketua RPA Provinsi Lampung Enny Puji Lestari.
Ia juga meminta kepada DPRD Provinsi Lampung untuk menerima sekaligus menandatangani hasil deklarasi yang sudah ditandangani dalam acara workshop sebelumnya yang di hadiri oleh Wakil Gubernur dan DPR RI.
Harapan segera di sahkannya RUU TPKS juga datang dari BEM UIN RIL yang menyatakan sikap tegas terhadap kasus pelecehan perempuan dan anak di lingkungan masyarakat dan terkhusus di lingkungan Pendidikan.
“Sampai saat ini kita itu masih sibuk di delik lapor melaporkan bukan lagi bagaimana cara mengatasi persoalan tersebut, artinya memberikan edukasi juga itu penting untuk meminimalisir kasus-kasus yang akan terjadi,” kata ketua DPRD Lampung.
Dalam hal ini ketua DPRD Mingrum Gumay mengapresiasi serta memberikan respon baik, bahkan dalam audiensi tersebut ia akan segera membuatkan PERDA (Peraturan Daerah) tentang perlindungan perempuan dan anak, dan sekaligus mendorong lembaga perlindungan perempuan dan anak agar lebih progresif menangani kasus-kasus pelecehan. (*)