Tim Kemendagri Turun ke Kalteng Dorong Pengendalian dan Penanganan Dampak Inflasi serta Percepat Realisasi APBD
PALANGKARAYA (ISN) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus mendorong pemerintah daerah (Pemda) agar mengendalikan inflasi sekaligus menangani dampaknya. Selain itu, Kemendagri juga mendorong Pemda agar mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2022. Komitmen ini ditunjukkan Kemendagri dengan menurunkan langsung tim gabungan ke berbagai daerah, salah satunya yakni Kalimantan Tengah (Kalteng). Dalam kunjungan itu, tim juga mendiskusikan arah kebijakan penyusunan APBD TA 2023.
“Kunjungan tim ke Kalteng ini dimaksudkan untuk mendorong daerah dalam pengendalian dan penanganan inflasi, serta mendorong percepatan realisasi APBD. Tim melakukan identifikasi penyebab inflasi dan penyebab rendahnya (realisasi) APBD dan mencari solusi di provinsi dan kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni saat kunjungan kerja ke Palangkarya, Kalteng, Kamis (15/9/2022).
Dalam kesempatan itu, Fatoni membeberkan laju inflasi di provinsi maupun kabupaten/kota sewilayah Kalteng. Dia mengatakan, inflasi di Provinsi Kalteng sebesar 6,40 persen. Sedangkan inflasi di Kota Palangkaraya mencapai 6,61 persen. Penyebab utama inflasi tersebut yaitu tarif angkutan udara serta beberapa komoditas seperti bawang merah, beras lokal (beras mayang), serta ikan tongkol dan nila.
Selain laju inflasi, Fatoni juga mengungkapkan capaian realisasi APBD di daerah tersebut. Berdasarkan data per 13 September 2022, realisasi belanja APBD provinsi dan kabupaten/kota di Kalteng mencapai Rp10,618 triliun atau 47,33 persen dari total anggaran belanja Rp22,435 triliun. Sedangkan realisasi pendapatan provinsi dan kabupaten/kota di Kalteng sebesar Rp12,049 triliun atau 56,38 persen dari total anggaran pendapatan sebesar Rp21,374 triliun. Adapun realisasi pendapatan Provinsi Kalteng sebesar 53,11 persen dan realisasi belanja mencapai sebesar 46,14 persen.
Fatoni juga merinci kabupaten/kota di Provinsi Kalteng yang realisasi pendapatannya di atas 60 persen. Daerah tersebut di antaranya Kabupaten Lamandau 70,75 persen; Kabupaten Pulang Pisau 65,80 persen; Kabupaten Katingan 62,12 persen; Kabupaten Kotawaringin Barat 61,76 persen; Kabupaten Barito Selatan 61,50 persen; Kabupaten Kapuas 60,72 persen; serta Kabupaten Gunung Mas 60,56 persen. Sedangkan kabupaten/kota yang realisasi belanjanya di atas 50 persen, yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat 53,54 persen; Kabupaten Lamandau 53,47 persen; dan Kabupaten Kotawaringin Timur 50,98 persen.
Terkait data tersebut, Fatoni meminta Pemda Kalteng agar dapat memaksimalkan realisasi APBD, baik dari segi pendapatan maupun belanja. Selain itu, Pemda Sulteng juga didorong agar dapat menekan dan mengendalikan laju inflasi.
Menanggapi itu, Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo meminta wali kota dan bupati di daerahnya agar mengambil langkah strategis dan konkret dalam mengantisipasi inflasi daerah dan menjaga daya beli masyarakat.
“TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) konsisten berkomitmen meningkatkan upaya dalam pengendalian inflasi, di antaranya melalui pelaksanaan Surat Instruksi Gubernur Kalimantan Tengah perihal Penanganan Inflasi Kalteng tahun 2022 tanggal 3 September untuk bupati/wali kota, yang berisi langkah strategis dalam percepatan penanganan inflasi di Kalimantan Tengah,” ujar Edy.
Edy menyampaikan, berdasarkan data TPID Provinsi Kalteng terdapat lima besar komoditas penyumbang inflasi yang bersumber dari Volatile Food (VF) dan Administered Price (AP). Hal itu seperti tarif angkutan udara, bawang merah, beras, serta ikan tongkol dan nila.
“Kenaikan tarif PDAM dan rumah sakit di Sampit juga harus menjadi perhatian karena berdampak pada kenaikan laju inflasi Sampit dan tentunya Provinsi Kalteng menjadi lebih tinggi. Andil tarif PDAM pada Oktober 2021 berdampak 42 persen terhadap inflasi Sampit dan 22 persen terhadap inflasi Kalteng, dan berangsur menurun hingga Juni 2022 masing-masing sebesar 23 persen dan 10 persen,” imbuh Edy. (*)