Warga Desa Karangsari Kecamatan Jati Agung, Saidah (48) Menggugat Secara Perdata yang Di limpahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Senin (17/6/2019)
Gugatan ini dilayangkan PN Kalianda, merupakan buntut dari ditolaknya Saidah untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa setempat pada pilkada serentak 26 Juni mendatang.
“Penutupan pendaftaran oleh panitia pada 10 April, pada hari itu sekitar pukul 15.30 wib, kami menyerahkan berkas pendaftaran ke panitia, namun ditolak dengan alasan waktu pendaftaran telah habis,” kata Saidah kepada wartawan seusai ikuti sidang mediasi di PN Kalianda
Lanjut kata Saidah, Karena merasa waktunya masih ada, pihaknya terus meminta agar berkas pendaftaran diterima. Namun panitia pemilihan di desa kekeh menolak.
“Dengan berbagai macam alasan berkas kami ditolak, bahkan sempat menyebutkan bahwa penolakan berkas karena ada yang kurang lengkap,” ungkap Saidah.
Menurut Saidah, hal ini merupakan upaya mempersulit pihaknya untuk menjadi calon kepala desa. Padahal tidak ada masalah dengan waktu akhir pendaftaran, mau pun berkas syarat pendaftaran. Jika pun ada berkas yang kurang, maka ada waktu 2 hari untuk melengkapi pemberkasan sesuai dengan peraturan panitia desa.
“Kami sempat ke Camat, ke Pemda bahkan ke Bupati, namun nihil. Alhasil kami sepakati untuk melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Kalianda,” unjarnya seraya menambahkan bahwa sidang hari ini merupakan sidang mediasi ketiga.
Lebih jauh diungkapkan, bahwa tiadanya sosialisasi dari pihak desa terkait pembukaan pendaftaran calon kepala desa. Dimana dari 1 April pembukaan, tak ada info, pengumuman bahkan sosialisasi dari pihak desa.
“Baru pada 8 April kami ketahui ada pembukaan pendaftaran calon kepala desa, itu pun kami ketahui dari selebaran dari desa lain,” tuturnya.
Mirisnya, panitia sempat meminta dana Rp 3 juta kepada kami untuk pendaftaran. Jika dana tidak diberikan, maka berkas pendaftaran tidak diberikan kepada kami yang ingin mendaftar.
“Sudah kami dimintai dana, dan berkas pendaftaran juga ditolak tanpa alasan jelas,” tukasnya.
Selain gugatan ke Pengadilan Negeri Kalianda, dibeberkan Saidah, pihaknya juga telah melaporkan pihak panitia desa ke Polres Lampung Selatan atas dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli).
Dirinya juga mengatakan gugatan perkara pilkades ini kenapa sampai keranah hukum dan meminta keadilan serta Haknya.
“karena kami sudah lelah mas, harus meminta keadilan kemana lagi?, kami sebagai warga negara yang mempunyai persamaan hak, baik dipilih ataupun memilih. Ujar Saidah.
” Sebelumnya kami sudah melayangkan surat keberatan atas tindakan sewenang-wenang dan keberpihakan panitia kepada salah satu calon, ini sudah kita layangkan mulai dari pihak kecamatan hingga ke OTDA Pemkab Lamsel, namun laporan kami terkesan di persulit bahkan kami seakan dijadikan bola oleh pihak terkait, harus nanya bolak-balik tanpa adanya kepastian, hal inilah yang membuat untuk menggugat sampai pengadilan”.katanya
Disisi lain Saidah mengungkapkan Pembiayaan Pelaksanaan Pilkades Sudah dintanggung Oleh APBD dan Dana Desa.
“Padahal sudah jelas, untuk pembiayaan pelaksanaan pilkades ditanggung oleh APBD Rp 45 juta dan dari dana desa sebesar Rp 15 juta. Tapi kami sebagai pendaftar belum apa-apa sudah dimintai dana Rp 3 juta. Jika tidak diberikan, maka berkas pendaftaran tidak diberikan oleh pihak panitia, dan ini apa coba namanya kalau bukan pemerasan dan pungli,” bebernya.
Sementara itu, Oleh calon kepala desa petahana sebagai pihak tergugat V, Romzy membantah adanya permainan penjegalan terkait pendaftaran calon kepala desa. Menurut dia, apa yang panitia lakukan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Gak lah, itu sesuai mekanisme, sesuai peraturan bupati sebagai payung hukum pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak ini,” elak Romzy.
Terkait adanya pungutan dana pendaftaran, menurut Romzy itu ranah panitia. Dikatakanya, kemungkinan adanya pemungutan oleh panitia dikarenakan dana yang ada sangat minim. “Dari pemda dibantu Rp 10 juta, dan dari dana desa hanya 15 juta. Saya rasa memang sangat minim,” pungkasnya.
Senada dikatan, Musidik (53) warga desa setempat juga mengaku berkasnya ditolak oleh panitia. Pada batas akhir pendaftaran, berkas diserahkan sudah pada pukul 16.00 WIB. Meski mengaku terlambat, namun Musidik menyesalkan tiadanya kebijakan dari panitia desa.
“Memang benar, penutupan pendaftaran pada pukul 4 sore, namun keterlambatan saya tidak terlalu lama, namun panitia terkesan sangat tegas,” kata Musidik.
Musidik juga mengungkapkan, jika keterlambatan itu dikarenakan kurangnya sosialisasi dari pihak panitia. Dia mengetahui pendaftaran pada tanggal 5 April, tepat hari Jumat. Sedangkan Sabtu -Minggu libur.
“Pada tanggal 8 dan 9 April, berkas pendaftaran yang harus ditanda tangani kepala desa yang juga calon pertahanan tidak pernah ada ditempat. Baru pada tanggal 10 hari terakhir pendaftaran, kepala desa ada ditempat untuk menandatangani berkas, itu pun saya rasa dilama-lamakan,” pungkas Musidik.
(Azr)