KETAPANG – Pelaksanaan proyek pembangunan revitalisasi di SMA Roudhotul Ulum yang berada di Desa Sidoasih, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) diduga menabrak aturan.
Bagaimana tidak, pada pelaksanaan pekerjaan sistem swakelola di sekolah tersebut terkesan mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang notabenne merupakan hak wajib bagi para pekerja, khususnya tenaga kerja bangunan. Hal tersebut jelas diatur dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Diketahui, proyek pembangunan revitalisasi di SMA Roudhotul Ulum Kecamatan Ketapang ini bersumber dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Lampung. Dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 928 juta untuk jenis pembangunan ruang kelas baru (RKB), ruang laboratorium kimia dan laboratorium komputer.
Berdasarkan pantauan media, pada pelaksanaan pembangunan nampak para pekerja tidak memakai atribut safety readying, sebagaimana diatur dalam ketentuan keselamatan kerja. Hanya mengenakan atribut alakadarnya, tanpa pertimbangan kesehatan serta keselamatan bagi pekerja kontruksi di proyek tersebut.
Saat dikonfirmasi, Ketua Yayasan SMA Roudhotul Ulum Kecamatan Ketapang, H. Nawawi membenarkan bahwa para pekerja yang berada dilingkup tanggungjawabnya tidak mengenakan atribut lengkap Alat Pelindung Diri (APD).
Ia berkilah, bahwa mengenai atribut APD adalah merupakan bentuk kesiapan dari pekerja sendiri. Bukan merupakan tanggungjawabnya yang notabenne mempekerjakan tenaga kerja dengan sistem upah dalam bentuk nominal uang.
“Ya, pekerja itu sendiri yang menyiapkan. Jadi, para pekerja itu sendiri yang menyiapkan fasilitas pengaman diri bukan dari kita. Karena, ini bukan proyek yang diborongkan,” elaknya saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (31/8/2022).
Ia kembali menjelaskan seraya bertentangan dengan aturan. Menurutnya, untuk atribut APD K3, merupakan bentuk tanggungjawab perusahaan kontruksi. Apabila, proyek tersebut di borongkan kepada pihak ke tiga. Sementara, untuk pembangunan di SMA Roudhotul Ulum, merupakan pekerjaan swakelola.
“Karena printah dari konsultan begitu. Pekerja pakai persiapan secara mandiri atau dari kepala tukang yang bertanggung jawab,” imbuhnya dengan percaya diri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, bahwa secara umum mengenai tanggung jawab persiapan K3 tersebut dilakukan oleh pihak yang menaungi pekerja.
Dalam konteks ruang lingkup proyek swakelola sekolah, maka ditentukan adanya tim yang bertanggungjawab khusus terkait seluruh rangkaian pelaksanaan pembangunannya. Kemudian, pada pembangunan revitalisasi di SMA Roudhotul Ulum Ketapang ini, telah dibentuk tim pelaksana pembangunan sekolah (P2S). Dimana, tim tersebut melaksanakan semua bentuk tanggungjawab dan urusan proyek pembangunan sekolah.
Tim tersebut juga dibentuk berdasarkan musyawarah yang dilakukan oleh pihak sekolah. Dalam hal ini yang selaku menjadi penentu keputusan pada musyawarah itu adalah Kepala Sekolah atau Kepala Yayasan.
Secara umum, hal-hal mengenai ketentuan dan kewajiban K3 tertuang dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, Bab II tentang ruang lingkup pada pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf c, yang menyebutkan bahwa :
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran, atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan.
Sementara, untuk konsekuensinya juga telah diatur dalam Bab XI tentang ketentuan – ketentuan penutup pada ayat (2) dan (3). Yang berbunyi:
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah). (3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran. (Red)