Lampung Tengah, (ISN) – Pengadilan Negeri Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, kembali Menggelar Sidang ke Delapan dengan menghadirkan saksi-saksi terkait perkara dilaporkan ahli waris oleh pihak PT. Elders beberapa waktu lalu.
Sidang tersebut dimulai pukul 14 : 30 diruang sidang utama Garuda pengadilan negeri Gunsung sugih dipimpin oleh Jeni Nugraha Djulis selaku ketua majelis, Dwi Aviandari dan Arya Ragatnata anggootanya serta Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Lamteng.
Menurut Saksi Ahli DR. Edi Rifai SH. MH dari Universitas Lampung (Unila) penahanan terhadap ke 7 Terdakwa itu sudah Hak Subyektif, Karena Polisi, Jaksa, Hakim bisa menahan.
Dengan ketentuan pertama pasal tiga ruangan itu dapat di tahan, jadi pasal 170 itu ancamannya 5 tahun enam bulan dapat ditahan. Kedua alasan subyektif nya adalah takut terdakwa melarikan diri mengulangi perbuatannya dan merusak barang bukti.
“Penerapan dari penuntut umum itu bisa saja menerapkan pasal dan nanti akan di uji oleh hakim. Tim akan menilai bahwa apakah pasal yang didakwakan kepada terdakwa susah sesuai dengan perbuatan yang di lakukan,”kata Dedi Rifa’i.
Lebih lanjut Saksi Ahli menegaskan perkara ini terkesan dipaksakan untuk menggunakan pasal 170, karena dalam pasal tersebut ada unsur obyektif, dan subjektif.
“Itu mereka memang melakukan perbuatan menggali tanah. tapi kan itu menggali tanah mempunyai hak, yaitu Hak milik. Nah berhadapan dengan perusahaan yang mempunyai bangunan.
Jadi secara subyektif punya hak membuat pagar ditanah mereka, misalkan kita punya rumah sudah pasti punya hak milik kalau kita pagar ya tidak apa-apa,”tegasnya.
Tapi kebetulan, kata Edi Rifai, disana ada HGB yang menyatakan bahwa itu sebagai perbuatan dengan tenaga bersama kekerasan merusak barang itu, kalau dari segi hukum pidananya kalau ada perbuatan obyektif tapi subyektif nya mereka punya hak atas tanah tersebut.
Masih kata Edi Rifai, dalam perkara ini, sebenarnya menurutnya perkara ini harus di selesaikan secara perdata terlebih dahulu untuk kepemilikan tanah itu,kalau dia menggunakan pasal 6 pengerusakan milik orang lain. kalau pun tetap menggunakan pasal 170 itu lebih ke pengertian pengeroyokan terhadap barang perorang.
“Dalam pasal 406 itu pengerusakan terhadap barang milik orang lain, jadi itu harus di selesaikan dulu tanah itu milik siapa? Karena, kalaupun perusahaan mengatakan ada HGB dan masyarakat di sana punya hak milik. jadi didalam pasal itu harus merusak barang milik orang lain, menurut saya perkara ini harus ditangguhkan pidana nya, diselesaikan dulu perdatanya,”tuntasnya.
Menanggapi hasil dari fakta persidangan Kuasa Hukum 7 Terdakwa, Nawawi SH. Mengatakan mendatangkan saksi ahli yang meringankan, ahli menerangkan untuk pasal 170 tidak dapat disertai oleh pasal 55 dan 56.
“Artinya untuk pasal 170, adalah cukup cukup pasal 170 KUHP. Kemudian saksi ahli tadi menerangkan bahwa orang yang menyuruh melakukan termasuk barang-barang atau sarana di situ juga tidak dapat di persalahkan oleh pasal pasal 170 KUHP.
Berkaitan dengan pasal 406, Nawawi memperjelas, didalam pasal itu ada unsur yang menyatakan atau yang berbunyi “bagi seluruh atau pun sebagian milik orang lain”. Kalau menurut saksi ahli tadi haruslah di tentukan terlebih dahulu tanah yang menjadi sengketa itu apakah benar-benar milik perusahaan atau milik siapa?.
“Jangan sampai majelis dalam perkara itu menghukum terdakwa dengan pidana, ternyata perkara perdatanya itu tanah tersebut milik terdakwa. Artinya menghukum terdakwa membangun pagar ditanah nya sendiri, jadi itu tidak tepat. Menurut ahli tadi, haruslah ditentukan tanah itu milik siapa,”tutup Kuasa hukum Nawawi.(MDSNews)