Penulis :
Riski Putri Fersi Bakoring
Kebijakan awal Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan wakilnya Chusnunia Chalim merasionalisasi anggaran menuai kontroversial di berbagai kalangan. Ada yang mengkhawatirkan kebijakan tersebut mengganggu pelayanan terhadap publik. Karena pelaksanaan rasionalisasi tersebut bersifat sepihak, tidak melibatkan pihak legislatif.
Diketahui Lewat surat No.903/1166/VII.02/2019 yang ditandatangani Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Fahrizal Darminto, Pemprov Lampung mengeluarkan kebijakan rasionalisasi anggaran. Pemprov Lampung berdalih melakukan pemangkasan anggaran karena “bingung” harus bagaimana memenuhi target pendapatan (PAD) 2019. Langkah praktisnya, potong anggaran dengan labeling rasionalisasi.
Dikutip dari pemberitaan, Ketua DPRD Lampung Dedy Aprizal dan anggota Fraksi PDIP Lampung Aprilianti mengatakan kebijakan eksekutif soal anggaran belum dibahas dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Lampung.
Begitupun dikatakan Yusdianto akademisi FH Unila, bahwa Gubernur Arinal Djunaidi memang punya otoritas untuk merasionalisasi anggaran, tapi tak berarti mengabaikan fungsi DPRD dalam hal pengawasan kebijakan anggaran.
Kepala Ombudsman Perwakilan Lampung Nur Rahman Yusuf juga menilai rasionalisasi anggaran itu bisa mengganggu pelayanan publik. Dia minta OPD dan PPK jangan sampai melakukan efisiensi yang bisa mengganggu pelayanan publik.
Beberapa anggaran yang terkena rasionalisasi
Beberapa OPD di lingkungan pemprov Lampung mengalami pemangkasan anggran yang sangat drastis bahkan berdampak pada tidak terealisasinya program yang sudah direncanakan.
1. Rumah sakit umum abdoel moelok menjadi salah satu medapat rasionaliasai. Dari nilai pagu 2019 sebesar Rp 442 miliar di rasinalisasikan menjadi Rp 142 miliar.
2. Dinas pendidikan dan kebudayaan menjadi salah satu OPD yang medapat rasionaliasai terendah. Dari nilai pagu 2019 Rp. 634 Miliar di rasionalisasikan menjadi Rp 34 miliar.
Rasionalisasi tersebut mengakibatkan gagalnya program pendidikan gratis untuk sekolah menengah atas (SMA) dan mubazirnya anggaran kuker ke Semarang yang bertujuan untuk melihat percontohan sekolah SMA dan SMK yang berkualitas. Namun program tersebut terkendala oleh anggaran yang tak tersedia.
Tak Rasional
Ditengah gembar-gembor rasionalsasi untuk memenuhi target pendapatan (PAD) 2019 dan instruksi Gubernur Lampung untuk menyesuaikan dengan program Lampung Berjaya yang digadang Arinal-Nunik, ternyata hal tersebut timpang. Pasalnya fantastis anggaran makan minum pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung selama 11 bulan (Februari-Desember) tahun 2019 menelan anggaran mencapai Rp10 miliar syarat dengan dugaan markup.
Serta menimbulkan beragam spekulasi, dengan asumsi 10 Miliyar dibagi 11 bulan artinya kurang lebih 900 juta perbulan, makanan apa yang disuguhkan ketamu ?
sedangkan untuk anggaran makan minum pasien dan pegawai RSUD Abdul Moeloek selama satu tahun hanya menelan anggaran Rp 8,5 Miliyar.
Besaran anggaran yang fantastis tersebut, melalui satuan kerja Biro Umum Pemprov Lampung, dari data yang dihimpun pada APBD 2019 menganggarkan sebanyak 9 paket anggaran penyediaan maupun belanja makanan dan minuman, diantaranya seperti:
– Belanja Makanan dan Minuman Tamu (20502469) volume pekerjaan 1 kegiatan, Rp1 miliar (04.5.01.01.15.17.5.2.2.11.0)
– Belanja Makanan dan Minuman Tamu (20578945) volume pekerjaan 1 tahun Rp1 miliar (04.5.01.01.29.07.5.2.2.11.03)
– Belanja Makanan dan Minuman Tamu (20580106) volume pekerjaan 1 tahun Rp1 miliar (04.5.01.01.29.08.5.2.2.11.03)
– Belanja Makanan dan Minuman Tamu (20583370) volume pekerjaan 1 tahun Rp1 miliar (5.04.5.01.01.29.06.5.2.2.11.03)
– Belanja Makanan dan Minuman Tamu (20584840) volume pekerjaan 1 tahun Rp1 miliar (04.5.01.01.30.08.5.2.2.11.03)
– Penyediaan Makanan dan Minuman Rapat Rp2,4 Miliar (5.04.5.01.01.15.17)
– Belanja makanan dan minuman harian pegawai (20505982) pekerjaan 1 tahun Rp1,3 miliar(04.5.01.01.15.17.5.2.2.11.01)
– Belanja makanan dan minuman harian pegawai (20584762) volume 1 tahun Rp1,3 miliar (04.5.01.01.30.08.5.2.2.11.01)
– Belanja makanan dan minuman rapat (20506753) volume pekerjaan 1 tahun Rp100 Juta (04.5.01.01.15.17.5.2.2.11.02)
Dalam APBD 2019 menunjukkan jatah anggaran penyediaan dan belanja Makanan dan Minuman di Pemrov Lampung justru membengkak menjadi Rp10 miliar. Jumlah anggaran tersebut lebih besar dibanding 2018 lalu hanya sekitar Rp7.115.760.000.
Tidak hanya itu alasan rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan program petani Lampung Berjaya pun sampai dengan 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur belum ada langkah kongkrit.
Belum ada ekspose terkait dengan pendataan jumlah petani, konsep kegiatan yang akan meningkatkan kesejahteraan petani dan bentuk bantuan terhadap petani yang dapat mensejahterakan petani.
Ditambah dengan adanya surat edaran Gubernur Nomor 005/2189/V.07/03/2019 yang ditujukan kepada Bupati/Walikota se-Lampung yang memuat dukungan program 100 hari kerja Gubernur terpilih membuktikan jika Arinal-Nunik masih meraba dalam menentukan kebijakan pembangunan Provinsi Lampung 5 tahun kedepan (*)