ADAT, memiliki arti gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan tradisi yang dianggap patut, kelembagaan, dan hukum adat yang mengatur tingkah laku manusia antara satu sama lain yang lazim dilakukan di suatu kelompok masyarakat.
Tak terkecuali yang sampai saat ini masih terus dijaga dan dilestarikan oleh Kerajaan Adat PAKSI PAK SEKALA BRAK.
Kerajaan adat paksi pak sekala brak memiliki empat kepaksian yakni, Kepaksian Pernong, Kepaksian Nyerupa, Kepaksian Belunguh, Kepaksian Jalan Di Way. Disetiap kepaksian memiliki masing-masing pimpinan disebut (Sai Batin) dan juga wilayah yang sudah diatur.
Pada kepaksian pernong pimpinan tertinggi saat ini dipimpin oleh Paduka Yang Mulia (PYM) Sai Batin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Pangeran Edward Syah Pernong, gelar Sultan Sekala Brak Yang Di Pertuan Ke-23.
Seperti pada tatanan adat pada kerajaan lainnya, pada kepaksian pernong pun memiliki tatanan adat yang terdiri dari Raja-raja kampung batin, dewan adat, raja-raja jukuan , Suku Sumbai, yang masing-masing memiliki peran serta kedudukan yang tidak bisa digantikan dan memiliki Alat Pegang Pakai (Alat Kebesaran masing-masing).
Berpegang pada tatanan adat, untuk menjaga dan merawat masyarakat ada kepaksian pernong menggelar kegiatan Hippun Adat atau musyawarah yang dihadiri perwakilan masing masing Raja,Suku dari pekon masing -masing dan berkumpul di lamban gedung dalom,Istana Kepaksian Pernong.
Dikatakan oleh Raja Batin (Ruskan) bahwa Hippun ini dalam rangka mengundang atau Ngurau nakanda Ike Edwin (Perdana Menteri Kepaksian Pernong) di Gedung Dalom kepaksian pernong. Undangan tersebut berkaitan dengan kegiatan yang digelar di kediaman Ike Edwin Yang diberi nama (Lamban Gedung Kuning).
Kegiatan yang mengatasnamakan paksi pak sekala brak khususnya kepaksian pernong ini dikhawatirkan akan menjadi polemik dan juga perpecahan di sekala brak, karena tidak sesuai dengan tata titi adat yang berlaku. Masyarakat adat paksi pak sekala brak sudah pernah melakukan upaya untuk menghentikan aktivitas tersebut, namun tak juga kunjung dihentikan, justru Ike Edwin mengeluarkan statemen yang kontroversi yang dimuat di beberapa media.
Dilandasi hal tersebut masyarakat adat kepaksian pernong melaksanakan hippun guna meluruskan kesalahan yang terjadi. ” Karenakan selama ini kita melihat nakanda Ike Edwin sering kali melakukan pelanggaran-pelanggaran tata titi adat yang tidak sesuai dengan tata titi adat yang Sudah menjadi ketetapan pakem adat atau yg sudah ditetapkan Oleh Sultan Selaku Pimpinan Adat dalam Hal ini Pangeran Edward Syah Pernong,Sultan Sekala Brak Yang di Pertuan ke 23,” katanya.
Dilanjutkannya bahwa, didalam adat sai batin ini ada dua hal yang utama yang harus kita ikuti yakni :
- Mejong sesuai di hejongan artinya kita melaksanakan tata titi acara adat harus sesuai dengan kedudukan kita di dalam adat, Di mulai dari Kedudukan Tertinggi Yaitu Sultan hingga ke tingkat kedudukan yg paling bawah.
- Meguai sesuai dijujokh artinya dalam menyelenggarakan acara adat harus sesuai dgn gelar atau jujjokh,dan bukan karna di karang karang atau di rekayasa,selayaknya pagelaran yang sering di laksakan oleh Sanggar sanggar Seni
” Nah itu lah kesalahan yang sering dilakukan oleh nakan Ike Edwin selama ini setiap melaksanakan kegiatan di rumahnya yang tidak sesuai dengan hak nya sebagai masyarakat adat, dia memakai pakaian saibatin atau Sultan yang seharusnya tidak boleh di pakai,memakai peralatan Adat ,perangkat adat seorang Sultan namun dia Bukan Seorang Sultan, bukan Seorang Raja Adat khususnya di Kepaksian Pernong,”
Karena dalam adat saibatin ini ada kewenangan khusus saibatin atau Sultan yaitu, SAIBATIN atau Sultan KEDAU ADOK atau Gelar jadi dia yang punya ADOK.
” SAIBATIN KEDAU ADAT adat dia yang memiliki, SAIBATIN KEDAU WILAYAH pemilik wilayah daripada yang sudah dibagi, SAIBATIN KEDAU HEJONGAN jadi segala macam ini adalah hak milik saibatin atau Sultan”.
Jadi jika simbol simbol kebesaran adat seorang sultan sudah disalah gunakan oleh masyarakat adat, maka sebagai perangkat adat dibawah nya merasa terusik. Maka hari ini kami sebagai masyarakat adat mengundang nakanda Ike Edwin agar kita sama sama belajar tentang adat memahami lebih mendalam, yang mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, agar adat ini bisa tegak. Dan kita sebagai pemilik adat bisa merasakan dan meneruskan adat yang sudah dibina dan sudah diatur serta berjalan ratusan tahun, berpuluh generasi. Selama berpuluh generasi ini kita tidak pernah ada pelanggaran baru di jaman kami ini ada pelanggaran ,dan harus kita luruskan namun disayangkan dia tidak hadir memenuhi undangan atau urauan kami selaku masyarakat adat dikepaksian Pernong.
Senada dengan Raja Batin, Ketua Dewan Adat (GUNAWAN RAJA PANDAWA) menjelaskan bahwa dalam adat tidak memandang apakah sesorang orang tersebut memiliki hubungan kekerabatan atau tidak, jika melakukan pelanggaran maka harus diluruskan.
Kita semua memiliki hubungan dengan Sultan kepaksian Pernong yg merupakan pimpinan Adat tertinggi di kepaksian Pernong, namun di Dalam Tatanan Adat tidak bisa di kaitkan hubungan antara Kakak dan Adik. Karena di dalam adat sudah ada ketentuan dan kedudukan baik kedudukan seorang kakak adik atau pun kedudukan para Raja-raja dan kerabat. Dan seharusnya orang terdekat sultan lah yang seharusnya jadi barisan terdepan menjaga adat.
” Ike Edwin merupakan adik sepupu nya Sultan kepaksian Pernong, dan bukan kedudukan nya sebagai Raja di Bawah Sultan. Namun di Dalam Adat kami yg Hadir ini terdiri dari Raja-Raja Kappung Batin, Raja Jukku / Suku Sumbai yang secara kedudukan di dalam Adat, kami lebih tinggi kedudukannya dari Ike Edwin,” ucapnya.
Sehingga Sangat Pantas kami mengundang Beliau untuk hadir di dalam Hippun adat ini, guna mengklarifikasi atau menyelesaikan persoalan adat yg selama ini telah menyimpang dari Ketentuan Adat.
Karena hal ini juga kami lakukan di samping atas kesepakatan para raja-raja kepaksian pernong, serta permintaan Ike Edwin, yg meminta untuk bertemu guna Berdiskusi menyelesaikan permasalahan adat dan debat adat, seperti yg telah di gembor gemborkan Ike Edwin melalui Media.
” Di Dalam Adat sai Batin, khusus nya di kepaksian Pernong, kami hanya tunduk dan patuh kepada seorang Sultan selaku pimpinan adat dalam hal ini PYM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong, Sultan Sekala Brak Yang di Pertuan ke 23,”
Di dalam Hippun adat atau Musyawarah Ada ini akan menjadi satu pembelajaran untuk kita semua Bahwa kita jangan pandang bulu, jangan pandang Status Sosial seseorang apapun kedudukan, pangkat tinggi seseorang apabila melanggar tatanan adat harus ada sanksi yang diberikan kepada yang bersangkutan agar menjadi contoh dan tidak diikuti oleh yang lainnya.
” Kegiatan kita pada sore hari ini adalah suatu bentuk penghormatan kami kepada Ike Edwin karena beliau adalah kerabat gedung dalom kepaksian Pernong dan Adik Sepupu Seorang Sultan yaitu pangeran Edward Syah Pernong,”
Proses demi proses sudah kami lalui, dan telah kami utus perwakilan untuk menyelesaikan persoalan adat tersebut namun sebaliknya bahwa seolah apa yang dilakukan Ike Edwin adalah pembenaran, pembelaan, seolah-olah yg Ike Edwin Lakukan adalah benar.
Raja Diawan (AVIAN BARIN) juga menegaskan bahwa Ike Edwin terkesan dengan sengaja melakukan kegiatan yang melanggar tatanan adat yang ada, dan juga dengan sengaja tidak mengindahkan teguran demi teguran yang telah disampaikan.
” Dang ike dan kerabatnya, serta kelompoknya sering kali menyelenggarakan Acara Adat, baik Mengundang suatu Kelompok atau organisasi yang kegiatannya dipublikasikan melalui media yang menurut kami ada banyak pelanggaran pelanggaran Adat yang bukan haknya. Seperti contoh alat pegang pakai atau peralatan Adat yang seharusnya hanya bisa digunakan oleh saibatin atau Sultan namun digunakan oleh ike edwin dan kerabatnya berarti itu bukan haknya dan itu Melanggar Tata titi Adat,” terangnya.
Kenapa kami menyampaikan hal ini lewat media ???
Karena kegiatan kegiatan adat di rumah Ike Edwin yang bukan hak nya tersebut disampaikan melalui media. Sehingga kami menyanggah, meluruskan dan menganulir kegiatan adat tsb melalui media juga.
“Agar Masyarakat tahu, bahwa Kegiatan Adat di Rumah Ike Edwin tersebut adalah bukan kegiatan adat yg dibenarkan di dalam Adat Kepaksian Pernong”.
Kami memang tau dang ike bukan orang lain, namun jika bicara masalah adat tidak memandang itu saudara, ayah atau anak. Apabila dia salah menurut adat maka kami selaku masyarakat adat memiliki hak untuk menegur dan meluruskan.
NAMA RUMAH
Dijelaskan kembali oleh Ketua Dewan adat bahwa dalam saibatin sudah ada ketentuan terkait sebutan atau penamaan Lamban atau Rumah seseorang baik Lamban Gedung atau Gedung Dalom itu semua sudah diatur di dalam ketentuan Adat. Selagi orang tersebut masih bernaung di lingkungan Adat Kepaksian Pernong maka dilarang memberi nama Rumah nya Lamban Gedung, dan didalam masyarakat adat sekala brak istilah Gedung identik dengan Kediaman milik Saibatin.
” Karna lamban Gedung merupakan Rumah tempat tinggal Sultan. Istana Sultan di kepaksian Pernong yaitu Sultan Pangeran Edward Syah Pernong “.
Kecuali Ike Edwin membuat merek rumah, Gedung seni, Gedung pertemuan, Gedung Olah Raga, Gedung Sanggar Kuning.
Ditambahkan juga oleh Raja Batin bahwa dalam adat saibatin ini ada tiga kelompok yang mempunyai hak untuk memiliki hak nama rumah.
” Yang pertama saibatin Sultan yang bernama lamban gedung. Yang kedua jukuan (raja) punya hak nama rumah bukan berdasarkan warna cat rumahnya. Yang ketiga sumbai, sesuai dengan dianugerahkan nama lamban nya oleh saibatin”.
Semua lamban jukuan memiliki surat keputusan (SK) dari saibatin bukan semaunya. Untuk keluarga dekat sultaN yang kedudukan nya masih orang dalam sekali pun adok nya raja belum punya nama rumah atau lamban. Contoh marga jaya diningrat glr raja senimbang dalom, Drs mat hasnurin glr Raja penaka dalom, Bambang setiawan taher glr raja pemuka, drs beni anas MB, Glr Raja mangku bumi, dll.
Dewan Adat juga menegaskan bahwa, menyangkut gelar yang telah di berikan sultan kepaksian Pernong kepada Ike Edwin yang tidak di akuinya itu juga merupakan pembangkangan karena mungkin gelar itu tidak disampaikan secara resmi melalui surat keputusan atau hippun adat, dalam hal ini saibatin memiliki kewenangan penuh untuk memberikan gelar adat terhadap siapapun, hal yang sangat janggal didalam kegiatan adat yang dilakukan di kediaman nya dang ike mencampur adukkan tata titi adat way kanan dan tata titi adat Paksi pak sekala brak hal ini dapat menimbulkan perpecahan antar Paksi pak sekala brak karena seolah-olah dari kepaksian Pernong melakukan pembiaran terhadap acara acara adat yang selalu dilakukan oleh Ike Edwin.
Raja Diawan pun menegaskan kembali bahwa alat pegang pakai atau peralatan adat itu semua ada aturannya meskipun beli sendiri dan untuk melestarikan adat, itu semua ada surat keputusannya di dalam memegang peralatan adat tersebut, jadi tidak bisa seenaknya.
Dan kemudian ada alat pegang pakai yang tidak boleh dipakai oleh masyarakat adat kecuali saibatin atau sultan. Contoh alam gemisikh, Lalamak Titi Kuya (nampan kuning), payung kuning, tanduan, pedang, tumbak, DLL. itu semua hak saibatin yang memakainya hanya saibatin atau sultan. tidak boleh dipakai masyarakat adat kecuali perintah saibatin atau sultan. Jadi walaupun kita beli menggunakan uang kita sendiri tapi itu ada aturannya didalam adat terkait peralatan-peralatan adat yang dituangkan pada surat keputusan saibatin atau sultan”.
*KESIMPULAN*
Kita semua sebagai masyarakat adat harus menjaga adat, menjaga tradisinya, menjaga marwahnya, menjaga kebesarannya, adat yang punya saibatin atau sultan Apa yang kami kerjakan hari ini adalah bentuk kesetiaan kami kepada pimpinan adat, kecintaan kami kepada adat, serta tradisi budaya, termasuk kecintaan kami kepada dang Ike Edwin selaku adik dari seorang sultan. Maka kami ingin meluruskan apa yang bengkok agar menjadi lurus apa yang menjadi kekhilafan agar menjadi benar, untuk menyatukan yang berserak, agar kedepannya lebih saling menghormati dan menghargai serta meletakkan tatanan-tatanan adat yang sebenarnya.
” Apa yang kami kerjakan hari ini juga yaitu untuk mendudukkan tatanan tata titi adat yang sesuai dengan kedudukan seseorang di dalam adat “
Mari kita lestarikan adat, dengan cara memposisikan adat di jalur yang benar sesuai tata titi nya, agar tidak dipakai bukan pada tempat nya, jangan karena kita merasa memiliki, punya uang bisa membeli semua. Tapi mari kita jalankan tata titi adat ini sesuai dengan hejongan masing masing . Kasian dengan leluhur kita, pendahulu kita jangan dirusak karena kemampuan finansial dan status sosial.
Kami menyampaikan harapan, mari kita sama-sama membesarkan dan menghanggumkan adat istiadat yang ada di gedung dalom kepaksian pernong ini. Apapun juga alasan untuk mengangkat adat istiadat dan budaya, kalo bisa merusak tatanan adat kita hentikan.
” Karena hanya dengan kesetiaan yang istiqamah bisa mengangkat marwah gedung dalom, mari kita bersama membangun gedung dalom kepaksian pernong agar lebih jaya dan lebih besar kedepannya. Kami bangga menjaga adat, kami bangga setia pada adat ,”. (Red)