LAMPUNG TENGAH (ISN) – Polemik sengketa lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Gunung Madu Plantation (GMP) dengan tergugat Ali Hamidi, masi terus bergulir. Hari ini pihak Ali Hamidi menghadirkan dua saksi kunci yang mengetahui secara persis mengenai status tanahnya.
Saksi yang dihadirkan yakni Sukijo mantan camat Seputih Mataram dan juga Sutikno mantan mandor yang mengawasi Land Clearing atau pembukaan lahan milik PT Redjo Sari Bumi (RSB). Dalam persidangan saksi memperkuat keterangan tergugat atas kepemilikan tanah yang diwariskan oleh ayahnya (Ratu Sejagat) kepadanya.
Sukijo menjelaskan saat dirinya menjabat dalam kurun waktu lima tahun, pihaknya tidak pernah mendengar adanya keberatan dari masyarakat atas klaim kepemilikan lahan yang dikuasai oleh Alm. Ratu Sejagat. Sehingga saat itu diterbitkanlah SKT sesuai dengan prosedur yang berlaku.
” Saat itu ratu sejagat minta dibuatkan SKT, dan kami menerbitkan kurang lebih dibuat menjadi 10 bidang, karena per SKT tidak boleh lebih dari 12 hektar,” katanya saat memberikan kesaksian, Rabu (20/4).
Sehingga dirinya sangat yakin menegaskan bahwa, tanah tersebut adalah benar dan sah milik Ratu Sejagat, yang kini menjadi objek sengketa.
Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Sutikno yang merupakan mandor yang mengawasi Land Clearing, pada lokasi yang sudah dilakukan pembebasan lahan oleh PT RSB.
” Saat saya bekerja melakukan penggusuran, sayakan menggunakan peta, dan mengikuti tanda (patok) yang telah dibuat oleh BPN dan juga tim sembilan, sehingga saya tau persis, bahwa tanah milik Ratu Sejagat tidak masuk kedalam lokasi pencadangan, yang artinya juga merupakan lokasi yang tidak dilakukan pembebasan lahan,” paparnya dengan tegas.
Dengan lugas pria berperawakan semampai ini menegaskan bahwa, tanah Ratu Sejagat dirampas paksa oleh perusahaan.
” Saya bersaksi, bahwa tanah tersebut diambil paksa oleh perusahaan, namun beliau tidak mampu melawan, karena kami dikawan aparat bersenjata yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang,” tandasnya.
Kesaksian Sukijo
Sukijo mantan camat Seputih Mataram tahun (1979-1984) yang hadir sebagai saksi tergugat (Ali Hamidi), mengisahkan bagaimana sebenarnya status tanah milik Alm Ratu Sejagat yang merupakan ayah kandung tergugat.
Pria yang rambutnya nyaris semua berwarna putih ini mengatakan bahwa, saat itu dirinya menjabat sebagai camat, yang juga sekaligus Tim pembebasan lahan atau tim sembilan (9).
Disebut tim sembilan karena jumlahnya sembilan orang, yang terdiri dari unsur Camat, Agraria, Pemda, Koramil, dan juga polsek. Karena dirinya tergabung dalam tim, sehingga ia sangat rinci dan detail mengingat bahwa, tanah yang saat ini menjadi objek sengketa, belum dilakukan pembebasan.
” Saya menjabat dari tahun (1979-1984), saat itu memang belum dilakukan pembebasan lahan, karena memang tidak dimasukan kedalam lokasi yang akan dibebaskan,” paparnya dalam persidangan. Rabu, (20/4).
Saat dicecar pertanyaan bagaimana dan siapa saja yang melakukan Verifikasi serta tandatangan pembebasan lahan, pria yang kini sudah menikmati masa pensiun inipun, dengan detail menceritakan bagaimana proses Surat Keterangan Tanah (SKT) dikeluarkan, dan alur pembebasan tanah oleh PT Redjo sari Bumi.
” Jadi begini, perusahaan yang akan melakukan gantirugi atau pembebasan lahan adalah PT Redjo Sari Bumi. Lalu
Warga yang punya tanah, lapor ke lurah, lurah lapor kecamat, camat lapor ke tim sembilan. Setelah itu barulah tim terjun untuk mengukur luas tanah, setalah di verifikasi dan di tandatangan tim sembilan, maka timbulah SKT,” tambahnya.
Setelah itu dijelaksannya, jika warga sudah pernah menjual tanah atau sudah pernah melakukan pembebasan lahan maka tidak akan memiliki SKT asli. Karena Saat warga setuju dengan pembebasan, maka SKT akan ditukar dengan kartu kuning, lalu saat terima uang kartu kuning diserahkan juga pada perusahaan.
” Tanah milik Ratu Sejagat belum pernah dijual, karena jika sudah dijual, dia gak pegang SKT. saat tanah dibayar SKT asli dan kartu kuning, serta berita acara dipegang oleh perusahaan,” ujarnya.
Ditegaskannya juga bahwan Luas tanah ratu sejagat +- 100 hektar dengan batas-batas, yakni Sebelah Utara Way Lempuyang, sebelah Selatan aliran sungai (rawa), sebelah Timur Hutan dan sebelah Barat juga masih Hutan.
Dan setelah dirinya tidak menjadi camat, tidak pernah ada dari pihak warga yang mempermasalahkan SKT yang diterbitkan atas tanah milik Ratu Sejagat.
Tanah Ratu Sejagat Direbut Paksa
Sadis, ungkapan tersebut yang mungkin pantas dilontarkan pada PT Redjo Sari Bumi (RSB), yang mengambil paksa tanah milik Ratu Sejagat pada tahun 1980 lalu.
Perebutan paksa tersebut dikisakan oleh saksi, yang mengawasi proses land kliring pada lahan yang sudah dibebaskan oleh PT RSB. Sutikno adalah saksi sejarah, bagaimana PT RSB melakukan penggusuran pada tanah yang masih milik ayah dari Ali Hamidi.
“Saya bukan karyawan, tapi Saya di perintah langsung oleh pemilik perusahaan untuk mengawasi pembukaan lahan, yang telah dilakukan pembebasan, dengan tanda patok yang sudah dipasang oleh BPN dan tim sembilan, dan berbekalkan peta yang diberikan oleh perusahaan,” ujarnya. Rabu (20/4).
Dirinya bersaksi, bahwa tanah milik Ratu Sejagat tidak masuk kedalam lokasi pencadangan (lokasi yang diusulkan menjadi HGU), karenanya tidak terpasang patok kayu yang dicat warna merah.
” Ya itu diluar lokasi pencadangan, tapi karena memang perintah perusahaan ya kita lakukan penggusuran juga,” tambahnya.
Sambil mengenang masa itu, Sutino mengisahkan bahwa dirinya kerja dibagi sesuai dengan divisi (wilyah). Setelah selesai divisi 3 pada tahun 1980,pihaknya diperintah untuk memperluas lahan diluar wilayah pencadangan, dan ternyata laha tersebut milik Ratu Sejagat.
” Saat itu, Ratu Sejagat sempat menghadang alat berat yang mengarah ke tanahnya, jadi saya lapor ke kantor. Lalu besoknya saya kembali ke lokasi dengan dikawal oleh Aparat bersenjata yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang, sehingga Ratu Sejagat hanya bisa menangis menyaksikan doser menggusur lahannya,” kenangnya.
Setelah peristiwa itu, Ratu Sejagat tidak tinggal diam, berulang kali pihaknya menuntuk lahan nya yang telah berubah menjadi kebun tebu, namun tidak pernah digubris oleh PT GMP.
” Jadi saat itu lahan itu milik PT RSB dan yang menanam tebu adalah PT GMP, jadi mereka sewa lahan ke RSB. Pak Ratu Sejagat berkali-kali menuntuk haknya tapi hanya di janji janjikan terus oleh petinggi GMP, yang saat itu pak Fauzi Toha,” ujarnya.
Sebelum lahan-lahan tersebut dibebaskan, wilayah tersebut merupakan peladangan dengan tanaman jengkol, pete, jaling, kelapa, karet yang usianya sudah puluhan tahun (sebesar drum).
Saat dirinya bekerja menggusur tidak ada warga yang melakukan protes, karena sudah dilakukan pembebasan lahan oleh perusahaan, kecuali milik Ratu Sejagat.
Keadilan Majelis Hakim
Mulyadi Mas Kumambang SH Kuasa Hukum Ali Hamidi, berharap apa yang telah didampaikan oleh kedua saksi pada persidangan kali ini, dapat memberikan kekuatan atas kepemilikan lahan ahli waris Ratu Sejagat.
Dikatakannya, bahwa dari dua saksi yang dihadirkan oleh tergugat tadi, merupakan saksi fakta.
” Yang pertama adalah camat yang menandatangani dan mengesahkan SKT, yang dimiliki ratu sejagat yang sekarang sudah di wariskan kepada Ali Hamidi. Yang kedua saksi fakta yang menggusur tanah orang yang belum dibabakan, diluar wilayah yang telah ditetapkan, namun tetap dilakukan penggusuran dengan pengawalan aparat TNI pada waktu itu,” ujarnya saat ditemui usai sidang.
Lalu disampaikannya juga bahwa, mungkin ada tembakan.
” Untuk apa TNI bawa senajat, tentu untuk menakut nakuti warga. Dan tadi dalam persidangan dijelaskan saksi bahwa, dilahan Ratu Sejagat ada tanaman karet sebesar drum, dan tanaman produktif lainnya sepeti jengkol, jaling, durian dll,” katanya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kepaksian Pernong ini berharap majelis hakim dapat adil dalam memutus perkara ini. Dengan melihat fakta-fakta yang ada.
” Sesungguhnya kalo mau bicara keadilan sudah pantaslah ahli waris Ratu Sejagat sekarang mempertahankan dan mencari keadilan , yang dulu dicari orang tuanya sekarang dipertahankan oleh ahli warisnya. Dan nanti kita tunggu keadilan itu bukan pada diri kita, tapi keadilan didunia ini diwakilkan kepada majelis hakim. Kita berharap majelis hakim itu dapat bertindak sesuai hati nuraninya, tidak dengan kacamata kuda, harus melihat fakta saksi dan lain sebagainya,” tandasnya.
Untuk diketahui, Ali Hamidi warga Bandar Mataram, Lampung Tengah di gugat oleh PT Gunung Madu Plantation (GMP). Gugatan tersebut dilayangkan oleh pihak gunung madu atas nama Lim Pho Ching selaku Direktur perusahaan gula tersebut, yang dilayangkapn pada 11 September 2021 lalu.
Ali Hamidi digugat dengan tuduhan menguasai Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Gunung Madu seluas (+-) 100 Hektar, yang berada di wilayah Desa Gunung Batin Baru dan Desa Terbanggi Ilir, dan desa Mataram Udik, berdasarkan HGU.125, HGU.126, dan HGU.127 yang merupakan pecahan HGU.u5/LT dengan luas 17.208 Ha.
Ali Hamidi mengatakan, bahwa apa yang dituduhkan pada dirinya menguasai dan menduduki HGU PT GMP adalah tidak benar. Karena dirinya mengelola tanah yang memang miliknya.
” Dalih penggugat tidak benar sama sekali. Untuk diketahui desa Terbanggi Ilir dan desa Mataran udik masuk di dalam kecamatan Bandar Mataran, bukan masuk dalam kecamtan Terusan Nunyai, yang masuk dalam kecamatan Terusan nunyai hanya desa Gunung Batin Baru. Sedangkan tanah milik orang tua saya (Ratu Sejagat), terletak di desa Terbanggi ilir, Dusun 5 Rt.11, Rw 06, kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah,” katanya. Mingu (10/4).
Dikataknnya juga bahwa, dirinya dituduh menguasai HGU dengan alibi PT GMP bahwa lahan seluas +- 100 Ha tersebut pada tahun 1975 PT Redjo Sari Bumi telah melakukan pembayaran terhadap tanah milik Ratu Sejagat tersebut.
” Sudah kami sampaikan bahwa kami meminta bukti pembayaran tanah ayah kami pada tahun 1975 seperti yang disebutkan oleh PT GMP, namun sampai sekarang mereka tidak pernah menunjukan bukti pembayaran tersebut. jika memang bukti pembayarn tersebut bisa ditunjukan dan dibuktikan keabsahannya, maka saya akan memberikan tanah tersebut kepada PT GMP,” paparnya.
PT GMP juga tidak bisa menyebutkan dengan jelas dimana batas HGU yang dikuasai oleh pabrik gula ini. Dan pada tahun 2016 lalu antara dirinya (Ali Hamidi), pihak perusahan yang diwakili Ir. Iwan Kurniawan dan juga Polsek Seputih Mataram telah melalukan mediasi.
” Pada saat pertemuan itu di sepakati bahwa objek tersebut adalah objek sengketa, sehingga saya Ali Hamidi dan juga PT GMP tidak boleh menggarap lahan. Namun mereka malah mengingkari kesepakatan, dengan melakukan penanaman tebu pada tanah tersebut, padahal kami belum mendapatkan bukti ganti rugi mapun ganti rugi dari tanah tersebut,” terangnya kembali.
Pihaknya meminta agar Kanwil BPN Lampung, dapat melakukan pengukuran ulang atas HGU milik PT GMP, agar terang apakah tanah miliknya tersebut masuk kedalam HGU atau tidak, karena dalam HGU yang dikuasai oleh PT GMP tidak diterangkan dengan gamblang atas batas tanah yang mereka kuasai.
Diketahui, Pada tanggal 28 Desember 1984 terbit HGU Nomor U5/LT EX PT Redjo Sari Bumi dengan Nomor 04/HGU/1984 dengan luas 17.208 Ha, berlaku hingga 31 Desember 2019 berdasarkan SK badan koordinasi penanaman modal departemen daam negeri republik indonesia.
Dan kini sudah diperpanjang berdasarkan keputusan Mentri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan PErtanahan NAsional Nomor: 29/HGU/KEM-ATR/BPN/2017, tanggal 7 Maret 2017 menjadi HGU Nomor 00125 dengan luas 11.029.0042 Ha, HGU 00126 dengan luas 1.938.4848 Ha dan HGU 00127 dengan luas 4.070.2051 Ha, berlaku sampai dengan 17 Maret 2043. (RED)