Bandar Lampung — Tegas dan lugas, Fraksi PDIP DPRD Provinsi Lampung meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melakukan peninjauaan ulang atas Raperda, tentang perubahan kedua atas peraturan daerah Provinsi Lampung nomor 2 tentang pembentukan badan usaha milik daerah Perseroan Terbatas Lampung Jasa Utama (PT LJU). Pasalnya, perseroan tersebut memiliki masalah hukum dan keuangan yang merugi. Hal tersebut disampaikan juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Budhi Condrowati pada Sidang Paripurna DPRD Lampung, Selasa (14/02/2023).
Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Lampung, Budhi Condrowati mengatakan PDIP mengapresiasi ikhtiar Pemprov Lampung untuk meningkatkan PAD melalui BUMD PT LJU dengan partisipasi intern 10 persen dengan membentuk anak PT LJU. Namun, perlu evalusi untuk mendorong keyakinan kebijakan tersebut agar tidak menjadi bumerang pemerintah.
“Mengingat berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPKRI Perwakilan Lampung atas laporan keuangan tahun 2020-2021, PT LJU mengalami kerugian Rp9,2 miliar dari total penyertaan modal pada 2 tahun sebesar Rp40 miliar. Kondisi ini harus menjadi pertimbangan pemerintah,” kata Condrowati.
Bukan hanya itu, kata Ketua BAGUNA DPD PDIP Lampung itu, untuk dipertimbangkan juga Pemprov Lampung baru saja mengesahkan 5 BUMD. Sehingga, Fraksi PDIP berharap, Pemprov Lampung dapat menjelaskan pentingnya pembentukan anak perusahaan seperti jenis usaha, siapa calon investor, berapa keuntungan yang akan didapatkan Pemprov Lampung.
“Sementara Raperda tentang pajak dan retribusi diharapkan dapat memaksimalkan pendapatan dan retribusi daerah, contohnya sewa penggunaan aset lahan yakni PKOR Way Halim, sewa pedagang dengan mempertimbangan inflasi sehingga naik menjadi Rp10 ribu per hari. Setidaknya ada 300 pedagang, sehingga dalam setahun ada Rp1,8 miliar belum termasuk event kegiatan,” ujarnya.
Selanjutnya, Raperda Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung tahun 2023 – 2043, harus berbasis mitigasi bencana. Pasalnya beberapa titik di wilayan Provinsi Lampung masuk dalam kategori bencana risiko tinggi misalnya banjir di Tubaba, longsor di 7 kabupaten dan ancaman tsunami di Pesisi Barat dan Pesawaran.
“Penyusunan RTWR haruslah memiliki acuan, terkait dalam penangulangan masalah lingkungan hidup. Acuan ini dapat berupa outlet lingkungan dan amdal. Hal ini berdampak positif dalam mitigasi lingkungan hidup yang akan dihadapi,” Tegasnya