LAMPUNG (ISN) – Penghapusan pasal-pasal di undang-undang terkait jaminan produk halal, bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,hal ini di katakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung.
Dilansir dari laman detik.com, pada pasal 552 RUU Cipta Lapangan kerja tertulis sejumlah pasal di Undang-undang jaminan halal dihapus. Mulai Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42 dan Pasal 44.
Seperti diketahui, Pasal 4 UU Jaminan Halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Selengkapnya Pasal 4 berbunyi Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung Khairudin Tahmid mengungkapkan, jika memang terjadi penghapusan pasal tersebut maka akan menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
“Sekarang ini mengenai undang-undang No.23/2014 jaminan produk halal dan mandatory halal sudah berlaku efektif pada 17 oktober 2019, sudah ada PP-nya dan sudah ada turunan undang-undang mengenai jaminan produk halal. Tapi kalau mau dihilangkan (pasal jaminan produk halal) akan memunculkan problem dan masyarakat menjadi resah nantinya,” beber Khairudin Tahmid.
Padahal, kata Khairudin, terkait Jaminan halal dalam undang-undang No.23/2014 ini sebelumnya untuk semua produk makanan dan minuman untuk mengurus sertifikasi halal bersifat volunteery. Sekarang sudah mandatory atau wajib bersertifikasi halal.
“Maka jika dihapus akan berimplikasi luas, maka saya lihat perlu pertimbangan pada undang-undang yang diperlukan. Ini akan merugikan masyarakat bahkan negara, karena negara tidak bisa melindungi masyarakat dengan produk halal itu,” tambahnya.
Namun untuk langkah yang akan diambil MUI Lampung, Khairudin menyebut menunggu keputusan MUI Pusat. “Kita belum tahu akan mengambil sikap apa tapi kita menunggu MUI pusat, tapi yang jelas kalau dihapus akan menimbulkan keresahan yang luar biasa,” tandasnya.
Untuk diketahui, dengan dihapusnya Pasal 4 UU Produk Jaminan Halal, maka pasal yang menjadi turunan Pasal 4 juga dihapus. Yaitu:
Pasal 29 (1) Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH.
(2) Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen:
- data Pelaku Usaha;
- nama dan jenis Produk;
- daftar Produk dan Bahan yang digunakan; dan
- proses pengolahan Produk.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 42 (1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan. (2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 44 (1) Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal. (2) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(*)