Merah Putih Sebagai Simbol Kesatuan Nasional

Oleh PYM SPDB Drs Pangeran Edward Syah Pernong SH, MH

Bendera bukan sekadar kain berwarna atau simbol negara yang berdiri tegak di tiang. Bendera adalah semangat dan identitas bangsa, pengingat akan perjuangan penuh pengorbanan. Di Indonesia, Bendera Merah Putih menjadi Bendera negara yg menunjukkan identitas persatuan seluruh rakyatnya, simbol darah keringat dan air mata yang telah ditumpahkan demi kemerdekaan dan keutuhan bangsa.Melalui bendera ini, kita mengenang perjuangan yang mengikat semangat dan rasa patriotis rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan, mengatasi perpecahan, dan memperkokoh rasa cinta terhadap tanah air.

Merah dan putih bukan sekadar warna; keduanya telah lama dikenal sebagai simbol yang bermakna bagi masyarakat Nusantara.

Merah melambangkan keberanian dan kekuatan, sementara putih mencerminkan kesucian dan ketulusan. Sejak era Majapahit, bendera Merah Putih telah digunakan dalam berbagai upacara penting, melambangkan keberanian serta semangat persatuan yang menjadi ciri khas Nusantara. Warna-warna ini, kemudian diadopsi oleh para pejuang kemerdekaan sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan dan akhirnya ditetapkan sebagai lambang negara saat Proklamasi Kemerdekaan 1945.

Dalam sejarah Nusantara, bendera merah putih pertama kali digunakan pada masa kerajaan Kediri. Tahun 1292, Raja Jayakatwang menggunakan bendera merah putih saat berperang melawan Prabu Kertanegara dari Kerajaan Singasari. Penggunaan bendera merah putih juga terjadi pada masa Kerajaan Majapahit, abad ke-13 hingga abad ke-16. Di era Majapahit, bendera merah putih merupakan lambang kebesaran kerajaan. Hal itu ditulis dalam buku Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Dalam buku tersebut Empu Prapanca menegaskan bahwa simbol warna merah dan putih selalu terlihat di setiap upacara kebesaran Prabu Hayam Wuruk.

Selain merah putih, pada era Majapahit, Empu Tantular, seorang filsuf dan pujangga, mengajarkan konsep “Bhinneka Tunggal Ika”—berbeda-beda tetapi tetap satu. Ungkapan ini bukan sekadar kalimat, melainkan pesan yang dalam tentang pentingnya persatuan di tengah keberagaman.

Tantular menekankan bahwa perbedaan seharusnya menjadi kekuatan pemersatu, bukan sumber perpecahan. Bendera Merah Putih menjadi salah satu simbol yang dapat menyatukan semua elemen bangsa di bawah satu identitas yang kokoh.

Saat ini, simbol Merah Putih kembali menjadi sorotan. Di tahun 2024, Indonesia menghadapi serangkaian peristiwa penting, mulai dari Pemilu, Pilpres, hingga pelantikan presiden dan pelaksanaan Pilkada serentak. Pelantikan kabinet yang bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November, menjadi momentum refleksi yang kuat untuk menghayati kembali makna simbol Merah Putih. Hari Pahlawan tidak hanya menandai sejarah, tetapi juga menjadi pengingat akan kemerdekaan yang diraih melalui pengorbanan yang luar biasa.

Bagi bangsa Indonesia, Hari Pahlawan adalah waktu untuk menghidupkan kembali cinta tanah air, menjaga budaya dan menghargai keberagaman rakyatnya, serta memperkuat semangat persatuan dan kesatuan yang kita kenal sebagai nasionalisme.Pada tahun ini, peringatan Hari Pahlawan terasa lebih istimewa dengan pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sebagai seorang purnawirawan militer, Prabowo membawa sentuhan nasionalisme yang kuat dengan menamai kabinetnya “Kabinet Merah Putih.” Nama ini bukan hanya sekadar identitas pemerintahan, tetapi juga simbol kecintaan terhadap bangsa, dan pengingat akan makna Merah Putih sebagai simbol perjuangan melawan penindasan.

Saat ini sudah waktunya bagi bangsa Indonesia untuk mendentingkan kembali merah putih sebagai simbol pemersatu dan simbol semangat juang anak bangsa. Setelah berpuluh tahun semangat merah putih memudar, tahun 2024 ini menjadi momentum untuk mengibarkan kembali semangat merah putih, dan itu telah dimulai oleh Presiden Prabowo.

***Semangat Kebangsaan

Dalam suasana Hari Pahlawan ini, saya teringat dengan kutipan Adrian Cronauer, seorang mantan sersan Angkatan Udara AS yang berperan penting selama Perang Vietnam. Sebagai penyiar radio militer, Cronauer membawa semangat patriotisme di tengah kondisi perang yang penuh tekanan. Ketika bekerja di Departemen Pertahanan AS pada awal 2000-an, Cronauer menyampaikan pandangannya tentang bendera nasional.

Ia mengatakan, “Our flag is not just one of many political points of view. Rather, the flag is a symbol of our national unity,” yang berarti bahwa bendera adalah simbol persatuan nasional yang melampaui kepentingan politik.

Kata-kata Cronauer ini, terasa relevan untuk melihat Indonesia pasca-Pemilu 2024. Dalam tahun politik yang penuh perbedaan pandangan, rakyat Indonesia sempat larut dalam hiruk-pikuk perdebatan antara berbagai partai politik dan kelompok kepentingan.

Namun, pada akhirnya, seluruh rakyat harus menyadari bahwa di atas perbedaan tersebut, Merah Putih adalah lambang persatuan kita sebagai bangsa. Pemilihan nama “Kabinet Merah Putih” oleh Prabowo tidak hanya menunjukkan kebijaksanaan, tetapi juga sebagai pengingat bahwa kita semua berada di bawah satu bendera.

Di balik warna merah pada bendera kita, terkandung makna keberanian, kekuatan, dan semangat juang; sementara putih mencerminkan kemurnian hati dan kesucian niat dalam berjuang untuk rakyat dan tanah air.

Prabowo ingin agar Kabinet Merah Putih ini menjadi simbol nasionalisme yang membawa bangsa Indonesia menuju persatuan sejati, di mana seluruh lapisan masyarakat dapat hidup rukun, damai, dan saling menghargai. Sebab, di tengah perbedaan yang ada, Merah Putih berdiri sebagai simbol yang mengikat seluruh elemen bangsa.

Kerukunan dalam Membangun Bangsa Kita melihat Presiden Prabowo memahami bahwa menjaga kerukunan di tengah keberagaman adalah kunci untuk mewujudkan Indonesia yang kuat dan berdaulat. Persatuan yang kokoh tidak hanya terwujud dari semangat nasionalisme formal, tetapi juga tumbuh dari akar budaya dan adat istiadat yang mengikat setiap individu dalam masyarakat.

Di berbagai daerah, upaya menjaga keutuhan dan cinta tanah air sering kali diwujudkan melalui pelestarian budaya lokal yang khas, mencerminkan kecintaan terhadap tanah air yang beragam namun tetap satu. Merah Putih adalah mozaik indah yang menghubungkan dan menyatukan bangsa Indonesia melalui persatuan yang kokoh dari berbagai suku, ras, agama, dan budaya yang hidup berdampingan.

Di Bali, semangat nasionalisme terwujud dalam pelestarian budaya dan kearifan lokal. Bagi masyarakat Bali, menjaga adat istiadat tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga merupakan bentuk cinta tanah air. Salah satu contoh nyata adalah pelaksanaan upacara adat dan festival budaya seperti Nyepi dan Galungan, yang secara rutin digelar dengan khidmat. Dalam setiap upacara tersebut, masyarakat dari berbagai latar belakang berkumpul untuk bersama-sama melestarikan tradisi.

Selain itu, masyarakat Bali juga sangat menghargai lingkungan sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Upaya menjaga alam sekitar, seperti program kebersihan di kawasan wisata dan pantai, dilakukan secara gotong royong oleh warga. Mereka percaya bahwa melindungi alam Bali adalah salah satu cara menjaga Indonesia tetap indah dan lestari.

Kesadaran ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan masyarakat Bali terhadap identitas nasional yang tercermin dalam kecintaan pada alam dan budaya lokal mereka. Dengan cara ini, nasionalisme tidak hanya sebatas simbol, tetapi diwujudkan dalam perilaku sehari-hari yang memperkuat persatuan dan keindahan Indonesia.

Selain Bali, nasionalisme juga dipraktikkan di Papua, dengan keanekaragaman etnis dan kekayaan alamnya, Papua menjadi salah satu wilayah Indonesia yang menonjolkan semangat persatuan di tengah perbedaan.

Salah satu bentuk nasionalisme masyarakat Papua terlihat dalam praktik budaya “barapen” atau bakar batu. Upacara ini adalah tradisi makan bersama yang melibatkan berbagai suku, kelompok usia, dan golongan di Papua. Di dalam upacara ini, masyarakat bekerja sama menyiapkan makanan dengan cara tradisional sebagai simbol persaudaraan dan kebersamaan. Di Papua pula, bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu diantara berbagai bahasa lokal yang dipergunakan oleh warga Papua.

Pada 10 November 1945, hari yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan, terjadi peristiwa heroik yang membangkitkan semangat nasionalisme di Surabaya. Sejumlah pemuda Surabaya, termasuk Hariyono dan Sidik, dengan berani memanjat tiang bendera di atap Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) untuk menurunkan bendera Belanda yang berwarna merah-putih-biru.

Mereka merobek bagian biru pada bendera tersebut, sehingga yang tersisa hanyalah warna merah dan putih—simbol kemerdekaan Indonesia. Aksi ini tidak hanya menandakan perlawanan terhadap kolonialisme, tetapi juga memicu pertempuran sengit dengan pasukan Sekutu, menjadikannya simbol kuat perjuangan rakyat Surabaya dalam mempertahankan kehormatan dan kemerdekaan bangsa.

Semangat kepahlawanan ini masih dihidupkan di Jawa Timur hingga kini, terutama melalui pendidikan dan pelestarian seni budaya lokal. Banyak pesantren dan sekolah di wilayah ini yang mengajarkan nasionalisme sejak dini kepada para santri dan siswa, dengan menanamkan rasa cinta tanah air melalui kurikulum berbasis budaya dan sejarah lokal.

Misalnya, di sejumlah sekolah, siswa belajar tentang pahlawan lokal seperti Bung Tomo dan perannya yang inspiratif dalam mempertahankan kemerdekaan, penyebutan Bung Tomo baik sebagai Pahlawan Lokal kemudian menjadi Pahlawan Nasional seperti “Bung Tomo”.

Pembelajaran ini tidak hanya mengenalkan sejarah, tetapi juga menumbuhkan kecintaan mendalam pada tanah air di hati generasi muda. Di Sulawesi Selatan, nasionalisme diwujudkan melalui nilai-nilai budaya khas setiap suku, yang semuanya menekankan pada prinsip kerukunan dan persatuan. Dalam budaya Bugis dan Makassar, terdapat konsep “sipakatau” yang berarti saling menghargai. Hidup rukun dan saling menghormati, tanpa memandang latar belakang atau perbedaan, sehingga memperkuat persatuan di antara masyarakat.

Di suku Mandar, nilai “sipamandaq” berperan dalam menumbuhkan rasa saling menghormati, menjaga keharmonisan, dan membangun solidaritas dalam kehidupan sosial. Karena itu masyarakat Mandar dapat hidup berdampingan dan saling mendukung dalam semangat persaudaraan dengan suku-suku yang lain. Sementara itu, di budaya Toraja, konsep “sangkuru’” yang bermakna persatuan atau ikatan sosial yang kuat, serta “siri’” yang berarti harga diri, menjadi pedoman hidup masyarakat. Seluruh anggota masyarakat Toraja merasa bertanggung jawab untuk saling menghormati dan mendukung satu sama lain.

Maluku, dengan warisan musik yang kaya, menjadi salah satu wilayah Indonesia yang mengekspresikan nasionalisme melalui seni musik. Tifa, alat musik tradisional Maluku, sering dimainkan dalam berbagai upacara adat sebagai simbol persatuan dan kebersamaan. Musik ini mengajarkan tentang pentingnya kebersamaan, di mana setiap bunyi alat musik menjadi satu kesatuan nada yang harmonis, seperti halnya masyarakat Maluku yang hidup rukun dalam keberagaman.

Selain itu, masyarakat Maluku sangat menjunjung tinggi nilai persatuan di tengah perbedaan agama dan etnis yang ada. Masyarakat Maluku telah melewati berbagai tantangan sosial, tetapi mereka tetap menjunjung tinggi semangat persaudaraan melalui prinsip Pela Gandong, yaitu ikatan persaudaraan yang mengikat berbagai komunitas.

Prinsip ini mengajarkan bahwa persatuan adalah hal utama yang harus dijaga, karena merupakan pondasi bagi kehidupan yang damai. Dengan prinsip ini, masyarakat Maluku membuktikan bahwa nasionalisme dapat diwujudkan dengan menciptakan keharmonisan dan persatuan di tengah perbedaan.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT), semangat nasionalisme sering kali terlihat dalam nilai solidaritas yang tinggi. Salah satu bentuk nyata adalah praktik gotong royong dalam bertani dan membangun rumah adat. Masyarakat NTT, seperti suku-suku di Flores dan Sumba, selalu bekerja sama ketika menanam dan memanen hasil pertanian, serta membangun rumah tradisional. Dalam budaya NTT, gotong royong adalah bentuk persatuan yang memperkuat solidaritas di antara masyarakat.

Dan di Lampung, semangat nasionalisme hidup dalam kebersamaan dan gotong royong yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat. Masyarakat Lampung memiliki filosofi hidup yang disebut “Piil Pesenggiri,” yaitu nilai-nilai yang mendorong masyarakat untuk menjaga harga diri, kesopanan, dan solidaritas. Nilai ini tercermin dalam praktik-praktik sosial, di mana masyarakat selalu siap membantu satu sama lain dalam berbagai kegiatan, seperti saat panen, perayaan adat, hingga acara pernikahan.

Lampung juga terkenal dengan keragaman budayanya yang dihuni oleh berbagai suku, seperti suku Lampung asli, Jawa, Sunda, dan Bali yang telah lama hidup berdampingan secara harmonis. Di tengah keberagaman ini, masyarakat Lampung menunjukkan bahwa persatuan dapat terwujud melalui toleransi dan sikap saling menghormati. Festival Krakatau di Lampung menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman budaya dapat memperkuat persatuan, membuktikan bahwa di balik warna-warni budaya terdapat semangat kebersamaan yang kokoh.

Semangat inilah yang menjadi fondasi bagi bangsa Indonesia untuk berdiri tegak di tengah berbagai perbedaan. Dalam konteks yang lebih luas, kerukunan antar suku, agama, dan golongan adalah landasan bagi tegaknya sebuah bangsa.

Di dalam masyarakat Indonesia yang heterogen, perbedaan adalah anugerah yang menjadi identitas bangsa. Namun, tantangan perpecahan sering kali muncul, baik karena gesekan sosial, budaya, maupun kepentingan politik.

Semangat Kabinet Merah Putih adalah semangat untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Prabowo menekankan pentingnya memperkuat solidaritas, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bergotong royong membangun negeri ini, dan saling mendukung tanpa memandang latar belakang.

Kerukunan antar suku, agama, dan golongan adalah landasan bagi tegaknya sebuah bangsa. Di dalam masyarakat Indonesia yang heterogen, perbedaan adalah anugerah yang menjadi identitas bangsa. Namun, tantangan perpecahan sering kali muncul, baik karena gesekan sosial, budaya, maupun kepentingan politik. Semangat Kabinet Merah Putih adalah semangat untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan, dan saling mendukung tanpa memandang latar belakang.

Kerukunan menjadi fondasi dalam menjaga stabilitas negara. Sebuah bangsa yang kuat adalah bangsa yang mampu menjaga persatuan di tengah keragaman. Dalam konteks ini, Prabowo mengajak seluruh rakyat untuk menumbuhkan rasa toleransi dan saling menghormati. Sebab, dengan kerukunan, kita tidak hanya memperkuat jati diri bangsa, tetapi juga meneguhkan posisi Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat di mata duniatantangan

***Tantangan Global

Di era globalisasi, nasionalisme sering kali dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Dunia semakin terhubung satu sama lain, dan arus budaya, informasi, serta ekonomi lintas negara membuat setiap bangsa harus mampu menyeimbangkan keterbukaan dengan mempertahankan identitas nasional. Indonesia pun tidak lepas dari pengaruh globalisasi, yang menawarkan berbagai peluang, tetapi juga ancaman terhadap kemandirian dan identitas bangsa.

Prabowo menyadari bahwa untuk menjaga semangat nasionalisme yang kuat, Indonesia harus bijak dalam menghadapi tantangan global ini. Nasionalisme modern menuntut kita untuk berpikir terbuka tanpa melupakan akar budaya dan jati diri bangsa.

Dalam situasi ini, Prabowo mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal, bahasa daerah, serta nilai-nilai kebangsaan yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Nasionalisme Indonesia harus mampu beradaptasi dengan kemajuan dunia, tetapi tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Tantangan terbesar dalam menghadapi globalisasi adalah menghindari krisis identitas. Banyak negara yang lambat laun kehilangan karakter khasnya akibat arus budaya asing yang begitu kuat. Indonesia tidak boleh terlena, dan perlu memperkuat benteng budaya sebagai bagian dari nasionalisme. Sebagai contoh, dengan semakin mudahnya akses terhadap media internasional, generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk terpengaruh oleh budaya luar. Jika tidak dibekali dengan rasa cinta tanah air, mereka dapat kehilangan jati diri. Oleh karena itu, pendidikan nasionalisme harus dimulai dari usia dini, melalui kurikulum pendidikan yang mengenalkan sejarah, budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa.

Selain itu, persaingan ekonomi global juga menuntut Indonesia untuk memiliki kemandirian. Nasionalisme dalam konteks modern tidak hanya berkaitan dengan kebanggaan terhadap bendera dan lambang negara, tetapi juga kemandirian dalam mengelola sumber daya dan memanfaatkan potensi lokal. Dalam menghadapi produk-produk asing, Prabowo mengajak masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri, mendukung usaha lokal, dan membangun ekonomi yang kuat dari dalam negeri. Ini adalah bentuk nyata dari nasionalisme ekonomi yang dapat membawa Indonesia menuju kemandirian.

Harapan Masyarakat Lampung dan Seluruh Nusantara Di tengah tantangan global dan tuntutan era modern, masyarakat Indonesia, termasuk di Lampung, memiliki harapan besar terhadap kepemimpinan Prabowo. Di Lampung, masyarakat menyambut Kabinet Merah Putih dengan antusiasme tinggi, karena mereka percaya bahwa pemerintahan baru ini akan membawa semangat baru untuk menjaga persatuan di tengah masyarakat. Bagi masyarakat Lampung, simbol Merah Putih yang diusung Prabowo adalah cerminan dari harapan akan Indonesia yang kuat, tangguh, dan bermartabat.

Masyarakat Lampung, yang kaya akan kebudayaan dan adat istiadat, berharap agar pemerintah pusat memperhatikan kebutuhan daerah dan mendukung upaya untuk memperkuat persatuan dalam masyarakat. Lampung memiliki potensi besar, baik dalam sektor pertanian, perkebunan, maupun pariwisata. Harapan mereka adalah agar di bawah kepemimpinan Prabowo, kerukunan antar masyarakat di Lampung semakin erat, potensi daerah semakin tergali, dan seluruh rakyat dapat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.

Lampung bukan satu-satunya provinsi yang menaruh harapan besar pada pemerintah. Dari Sabang hingga Merauke, rakyat Indonesia memiliki impian yang sama: Indonesia yang bersatu, damai, dan maju. Mereka ingin melihat bangsa ini berdiri tegak di panggung dunia, dihormati dan disegani. Mereka percaya bahwa di tangan Prabowo, Indonesia dapat kembali menjadi “Macan Asia”—negara yang unggul, bermartabat, dan berdaulat.

***Merah Putih

Merah Putih adalah simbol harapan yang tak pernah pudar, simbol keberanian untuk menghadapi tantangan, dan simbol kesucian dalam niat membangun bangsa. Di bawah bendera Merah Putih, kita diingatkan bahwa persatuan adalah kunci untuk mencapai cita-cita. Saat ini, bangsa Indonesia berada pada titik awal dari sebuah perjalanan panjang untuk membangun masa depan yang lebih baik. Kabinet Merah Putih adalah langkah awal menuju cita-cita tersebut, sebuah kabinet yang tidak hanya berfungsi sebagai tim pemerintahan, tetapi juga sebagai simbol nasionalisme yang membawa kita menuju bangsa yang lebih kuat dan bersatu.

Bendera Merah Putih bukan hanya warna di kain, tetapi jati diri bangsa yang menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga simbol ini, merawat persatuan, dan membangun negara. Dengan kerukunan dan persatuan, kita yakin bahwa Indonesia dapat menghadapi segala tantangan dan mencapai masa depan yang lebih gemilang.

Merah Putih harus terus berkibar di seluruh penjuru negeri dia bukan dua  buah warna tapi adalah  satu warna , warna yg senafas dan sejiwa di hati setiap anak bangsa karena merah putih adalah kuminasi dari simbol persatuan dan kebanggaan yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Bendera Merah Putih tidak hanya melambangkan kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata, tetapi juga menjadi pengingat akan cita-cita luhur untuk membangun bangsa yang maju dan bermartabat. Setiap anak bangsa memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengibarkan bendera ini dengan penuh rasa cinta tanah air, karena di bawah naungan Merah Putih-lah kita berdiri sebagai satu bangsa.

Dengan mengibarkan Merah Putih di berbagai bidang kehidupan, kita menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang kuat, bersatu, dan siap menghadapi tantangan global. Semangat ini menginspirasi seluruh rakyat untuk bekerja keras, berinovasi, dan terus maju, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang semakin dihormati dan disegani. Dengan menjaga Merah Putih tetap berkibar, kita tidak hanya menjaga warisan para pahlawan, tetapi juga mewujudkan harapan untuk masa depan yang lebih gemilang bagi generasi mendatang.

**Data Penulis

Penulis adalah SPDB.  DRS’. PANGERAN EDWARD SYAH PERNONG . SH. MH. disamping sebagai seorang purnawirawan Brigadir Jenderal Polisi yang pernah menjabat sebagai Kapolda Lampung, yang bersangkutan juga adalah salah satu Sultan yang ber tahta pada Kerajaan Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung yang kerabat nya mendiami sepanjang pesisir tanah Lampung, mulai dari Krui hingga Kalianda, yang bersangkutan merupakan cucu kandung dari dua pahlawan  perintis dan pejuang kemerdekaan dari Bumi Sriwijaya yaitu Pahlawan-KI .Akmal Dalom Raja Kapitan pahlawan rakyat ranau Sumatera Selatan dan pahlawan Pangeran Suhaimi Sultan Lela Muda, eks Bupati perang, pemerintah darurat Lampung Tengah Front utara saat revolusi kemerdekaan.,

Yang bersangkutan juga adalah  putra sulung dari Pangeran Maulana Balyan, Sultan Kepaksian Pernong Zuriat Ke-22 Kerajaan adat Sekala Brak Lampung, yang sejak remaja telah ikut dalam banyak pertempuran dalam  pergolakan revolusi kemerdekaan  dengan pangkat Letnan Muda Inf Yon 2001 Sriwijaya, yang pernah menjabat sebagai KOMANDAN FRONT KEMELAK, serta terlibat langsung dalam peristiwa PALLAGAN KEMARUNG-pasca  perebutan kota Batu Raja, salah satu medan pertempuran yang terkenal keheroikan nya di Bumi Sriwijaya dalam kancah perang kemerdekaan 1947  dan juga  ikut terlibat dalam perebutan BENTENG NIEW VICTORIA dalam GOM 3 1950/ gugur nya overste Ignatius Selamat Riyadi, serta sebagai Komandan Peleton yang ikut pada pendaratan pertama di pantai Ambon dan Saparua dalam menumpas SEPARATIS membela tegak nya NKRI. (*)

Loading