Mauldan Agusta Rifanda Nilai Langkah Kemensos Hentikan Santunan Korab Covid-19 Keliru
Bandar Lampung, (ISN) – Langkah pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Sosial yang menghentikan santunan bagi ahli waris korban Covid-19 yang meninggal dunia rupanya menuai kritik keras dari Koordinator Wilayah III Ikatan senat Mahasiswa ekonomi Indonesia (ISMEI) MAuldan Agusta Rifanda.
Mauldan menganggap Langkah Kemensos menghapus santunan untuk keluarga korban, adalah langkah keliru ditengah situasi Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini.
Diketahui, keputusan menghapus santunan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 150/3.2/BS.01.02/02/2021 tentang Rekomendasi dan Usulan Santunan Ahli Waris Korban Meninggal Akibat Covid-19. Surat tersebut dikeluarkan Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PKSBS), Sunarti pada 18 Februari 2021.
“Negara tidak boleh lari dari tanggungjawab, Sikap kemensos menghapus santunan jelas adalah sikap yang menggambarkan bahwa lemahnya komitmen Negara terhadap korban Covid 19,” kata Mauldan yang juga Sekretaris Umum HMI Cabang Bandar Lampung itu.
Apalagi saat ini lanjut dia, Covid-19 masih berlangsung di Indonesia bahkan terus meningkat, harusnya dalam kondisi seperti ini Rakyat dibuat tenang dengan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap rakyat sehingga makin kuat imun tubuhnya, jangan malah dibuat resah dengan aturan yang kontroversial.
lanjutnya, penghapusan santunan tersebut tidak sesuai dengan pasal 69 Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mewajibkan pemerintah memberi santunan pada saat masa tanggap darurat bencana, serta tidak sesuai dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, padahal sebelumnya Kemensos dan Komisi VIII DPR telah membuat kesepakatan untuk membuat anggaran yang empati kepada korban Covid-19, khususnya yang meninggal dunia, agar bisa menyantuni keluarga korban.
Menurut mantan Ketua Umum HMI Komisariat Ekonomi Unila itu, santunan itu pasti sangat berguna bagi keluarga korban yang ditinggalkan, terlebih bagi korban meninggal dunia akibat Covid 19 yang memiliki kondisi ekonomi menengah kebawah, Santunan tersebut bisa digunakan keluarga korban untuk memulai usaha sehingga roda perekonomian keluarga korban tetap bisa berputar, tidak menutup kemungkinan yang meninggal akibat Covid 19 adalah kepala keluarga atau tulang punggung keluarga yang masih memiliki banyak tanggungan.
“Dalam kondisi Covid 19 yang masih berlangsung seperti ini, harusnya pemerintah berpikir bagaimana santunan tersebut bisa sampai ke keluarga korban tanpa birokrasi yang bertele-tele bukan malah dihapuskan, kebijakan yang pro terhadap Rakyat diperlukan ditengah kondisi seperti ini misalnya membuat kebijakan baru seperti memberikan Bantuan biaya Pendidikan gratis bagi anak yang orang tuanya meninggal dunia akibat Covid 19,” ujarnya.
Pemerintah harusnya memiliki data siapa saja keluarga korban meninggal dunia Covid 19 yang masih mengenyam pendidikan dan kekurangan biaya, Negara harus hadir menyelesaikan masalah ini, jangan sampai timbul masalah baru yaitu angka kemiskinan bertambah dan banyak anak putus sekolah karena kondisi perekonomian keluarga yang tidak memungkinkan.
“Apalagi kalau kita kilas balik cepatnya penyebaran Covid 19 ini, karena negara kurang tanggap dalam menangani Kasus Covid 19 diawal2 kemunculan nya di Indonesia tepat satu tahun lalu, bahkan cenderung meremehkan virus Covid-19 ini, maka jelas Negara dalam Hal ini pemerintah tetap harus bertanggungjawab dalam kondisi Covid-19 yang tidak tau kapan akan berakhir ini,” tegas mantan Gubernur BEM FEB Unila ini.
Mauldan juga mempertanyakan alasan Kemensos menghentikan santunan yaitu karena tidak tersedianya alokasi anggaran pada tahun anggaran 2021. Aalagi sampai menteri sosial menyatakan anggaran di kemensos menipis akibat banyaknya pengeluaran Bansos dan santunan di 2020, ini Lucu saya jadi ingin berkelakar “Bukan kah bansos 2020 dananya banyak dikorupsi oleh menteri Sosial sebelum nya? Lalu Masyarakat yang diminta bertanggungjawab dan mengerti dengan kondisi tersebut?” Lalu dimana tanggungjawab pemerintah,” ucapnya.
Padahal, Mauldan mengatakan, anggaran untuk santunan bagi pasien Covid-19 yang meninggal dunia sebenarnya tidak terlalu besar dibandingkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021. “Dalam setahun pandemi hanya dibutuhkan Rp 518-an miliar untuk santunan korban Covid-19 atau hanya sebesar 0,07 persen dari total anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional tahun 2021 yang jumlahnya naik jadi Rp 688,23 triliun,” kata koordinator ISMEI itu.
Menurut Mauldan, Kemensos seharusnya sejak awal bisa mengusahakan adanya anggaran santunan bagi pasien Covid-19 yang meninggal dalam APBN maupun PEN tahun 2021.”Negara dalam hali ini pemerintahan tidak boleh pengecut dan lari dari tanggungjawab, Kemensos harus segera mencabut surat edaran itu, dan segera menunaikan kewajiban memproses ajuan permintaan santunan dari keluarga korban meninggal akibat Covid 19 dengan birokrasi yang tidak bertele-tele sehingga Santunan dapat cepat dipergunakan keluarga korban, serta membuat kebijakan baru yang Pro Rakyat terkhusus bagi korban Covid 19 yang meninggal dunia. (R)