Penulis:
Gindha Ansori Wayka
Praktisi dan Akademisi Hukum di Bandar Lampung
Dan Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung
KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Provinsi Lampung sejak zaman pemerintahan Bapak Ir. Arinal Djunaidi sebagai Gubernur sudah mulai ada pergeseran kepemimpinan, yang sebelumnya KONI Lampung dipimpin oleh Gubernur Lampung yakni Bapak M. Ridho Ficardo yang pernah digugat dan disoal oleh Komite Pemantau Kebijakan Daerah (KPKAD) Lampung di Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
Dimasa pemerintahan saat ini, Gubernur Lampung Bapak Ir. Arinal Djunaidi menolak untuk menjadi Ketua Umum KONI Lampung dengan alasan bahwa taat asas dan taat hukum karena Pejabat Struktural dan Pejabat Publik dilarang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUU-V/2007 terkait penolakan permohonan uji materi Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN).
Kemudian, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.
Selanjutnya, Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 800/148/sj 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI Daerah, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir. Termasuk Jabatan Publik dan Struktural.
Terakhir, Surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No B-903 01-15/04/2011 tertanggal 4 April 2011 tentang hasil kajian KPK yang menemukan adanya rangkap jabatan, pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Dengan adanya sikap taat asas dan taan hukum ini, KONI Lampung yang berkembang dibawah kepemimpinan pemerintahan Gubernur Lampung Bapak Ir. Arinal Djunaidi dengan dinakhodai Ketua Umum (Ketum) KONI Lampung periode 2019-2023 yakni Prof. Dr. Ir M. Yusuf Sulfarano Barusman, MBA diharapkan dapat menerapkan Good Governance di tubuh KONI Lampung.
Menjelang perhelatan Pekan Olah Raga Nasional (PON) XX tahun 2020 di Papua pada bulan Oktober 2021 mendatang, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung di terpa isu yang tidak menyenangkan.
Di tengah target KONI Lampung untuk meraih minimal 10 (sepuluh) besar prestasi dalam perhelatan itu, secara bersamaan pula bahwa KONI Lampung diterpa isu bahwa seolah telah terjadi dugaan korupsi atas dana hibah KONI Lampung sebesar 30 (Tiga Puluh) Miliar Rupiah.
Seolah petir di siang bolong, hujan tanpa awan, isu ini menggelinding menjadi konsumsi Publik yang seharusnya tidak bergulir ditengah pelaksanaan PON XX tahun 2021. Seolah ada standar ganda, ada oknum yang sengaja “bermain” untuk melemahkan semangat dan memecah konsentrasi para pejuang dunia keolahragaan di Lampung baik Atlet maupun Pengurus KONI Lampung menjelang pelaksanaan PON XX di Papua.
Isu dugaan Korupsi ini, sudah dilakukan penyelidikannya oleh Pihak Kejaksaan Tinggi Lampung, sebagaimana pernyataan dari Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung Andrie W Setiawan di media terkait hal ini.
Terkait langkah Kejati ini, tentunya kita harus berterima kasih dan apresiasi khususnya bagi para pengurus KONI Lampung, karena minimal dengan adanya pemantauan dan pengawasan dari Kejati Lampung, oknum-oknum pengurus yang tadinya akan punya niat jahat untuk “membancak” dana hibah puluhan miliar ini menjadi berfikir ulang untuk melakukan perbuatannya.
Sudah menjadi hukum alamnya, dimana ada gula disitu ada semut, dimana ada anggaran disitu ada korupsi dan koruptornya, tinggal saja siapa yang melakukan itu yang akan bertanggung jawab, hal ini sejalan dengan sikap Gubernur Lampung Bapak Ir. Arinal Djunaidi saat melepas kontingen PON XX ke Papua beberapa waktu lalu, yang mengisyaratkan kalaupun (seandainya) dugaan korupsi ini benar terjadi, ada oknumnya sehingga harus dibersihkan dari kepengurusan KONI Lampung.
Sebagai bukti selama ini bahwa empuknya dana hibah KONI yang sangat rentan di korupsi, ada beberapa daerah sebelumnya, misalkan Tangerang Selatan, Bengkulu dan di Lampung sendiri tahun 2016 terkait Hibah dana KONI dengan total nilai Rp 55 (Lima Puluh Lima) Miliar Rupiah diduga dikorupsi dan bahkan Kejati Lampung menurut informasi yang beredar di masyarakat sudah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Print-06/N.8/Fd.1/11/2016 tertanggal 30 November 2016.
Terkait isu dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung senilai 30 (tiga puluh miliar) rupiah tahun 2021, pada dasarnya tidak harus dibesar-besarkan karena proses penggunaan anggaran sedang berjalan, bagaimana kita dapat menyatakan bahwa suatu anggaran telah dikorupsi, jika anggaran sedang diterapkan untuk menyokong pelaksanaan PON XX di Papua saat ini dan belum ada upaya administratif atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak dilaksanakan oleh Pengurus KONI Lampung, sehingga terlalu “prematur” untuk statement tentang dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung ini.
Oleh karena terlalu dini (prematur) menyebut hal ini sebagai suatu tindakan dugaan korupsi, maka kami menyerahkan sepenuhnya dan mendukung Langkah Kejati Lampung untuk melakukan penyelidikan dengan sistem pengawasan saat anggaran hibah ini sedang dilaksanakan, disamping telah bekerjanya auditor internal selama ini yang telah disiapkan kepengurusan Prof. Dr. Ir M. Yusuf Sulfarano Barusman, MBA sebagai Ketua Umum KONI Lampung sebagai upaya Good Governance di tubuh KONI Lampung.
Harapannya dengan publik, termasuk pengerak perubahan, rekan-rekan aktivis mahasiwa, Lembaga Swadaya masyarakat dan rekan- rekan media dan pengamat serta kita semua masyarakat Lampung, sebagai bagian dari masyarakat yang peduli dengan prestasi olah raga di Lampung, terkait polemik dana hibah KONI Lampung ini, kita serahkan sepenuhnya kepada Kejati Lampung untuk melakukan tugas, pokok dan fungsinya dan mari kita support (dukung) sepenuhnya atlet dan kontingen Lampung yang akan menuju Papua sehingga sukses dalam raihan atau capaian target PON XX tahun 2020 dengan peringkat 10 (sepuluh) besar.
“Jangan biarkan polemik ini menjadi konsumsi Publik yang liar dan seolah menjadi sebuah kebenaran, karena terkadang kebenaran itu datangnya terlambat”.