Kejati Lampung di Minta Usut Tuntas Dugaan Fiktifnya Program Kolaborasi KotaKu APBD Lampung Utara 2018
Bandar Lampung (ISN) – Dugaan fiktif Program Kolabirasi KotaKU APBD Lampung Utara tahun anggaran 2018 senilai Rp1,7 Milliar, Institute on Coruption Study (ICS) meminta pihak Kejaksaan Tinggi Lampung, mengusut kasus dugaan tersebut. Pasalnya Kasus tersebut sudah menyita perhatian publik, namun tak mendapat respon aparat penegak hukum.
Tim Kerja Institute on Corruption Studies (ICS), Apriza, menyatakan, indikasi korupsi semakin terlihat. Hampir semua pihak saling lempar dan buang badan terkait hal tersebut.
“Provinsi dan Pemda Lampung Utara sama sama Ngeles dalam hal penyampaian informasi. Penegak hukum harus jeli menangkap dugaan korupsi ini. Ini baru satu, jangan-jangan seluruh program yang sama juga demikian,” katanya. Senin, 04 November 2019.
Apriza menjelaskan, kasus dugaan fiktif tersebut, dapat menjadi pintu masuk penegak hukum. Karena Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) adalah satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.
Arah kebijakan pembangunan Dirjen Cipta Karya adalah membangun sistem, memfasilitasi pemerintah daerah, dan memfasilitasi komunitas (berbasis komunitas).
Program kotaKu akan menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.
“Program Kotaku dilaksanakan di 34 provinsi, yang tersebar di 269 kabupaten/kota, pada 11.067 desa/kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kumuh yang ditetapkan oleh kepala daerah masing-masing kabupaten/kota, permukiman kumuh yang berada di lokasi sasaran Program Kotaku adalah seluas 23.656 Hektare,”jelas Apriza.
Apriza melanjutkan, sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh, Program Kotaku akan melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas desa/kelurahan, serta kawasan dan kabupaten/kota.
Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh. Tahapan pelaksanaan Program Kotaku adalah pendataan.
Data tersebut, kata Apriza, diintergrasikan antara dokumen perencanaan masyarakat dan dokumen perencanaan kabupaten/kota untuk menentukan kegiatan prioritas mengurangi permukiman kumuh dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru, yang nantinya akan dilaksanakan, baik oleh masyarakat atau oleh pihak lain, yang memiliki keahlian dalam pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan kota.
Sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pinjaman luar negeri lembaga donor, yaitu Bank Dunia (World Bank), Islamic Development Bank, dan Asian Infrastructure Investment Bank.
Apriza menambahkan, selain itu kontribusi pemerintah daerah dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun swadaya masyarakat, yang akan menjadi satu kesatuan pembiayaan demi mencapai target peningkatan kualitas penanganan kumuh yang diharapkan.
“Selain proses yang tidak transparan, selama ini juga indikasi korupsi. Maka kami desak penegak hukum segera periksa kasus tersebut. Jangan sampai ada pembiaran, dalam hal pemberantasan korupsi di Lampung,”imbuhnya.
(Tim)