TANGGAMUS (ISN) – Masyarakat Pekon Purwosari meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera periksa mantan kakon Purwosari Kecamatan Kelumbayan Barat mengenai dugaan penyalahgunaan Dana Desa (DD), dikarenakan dalam realisasi pembangunan yang menggunakan Dana Desa dari tahun 2016, 2017, 2021, diduga banyak terjadi penyimpangan dan mark-up hingga ratusan juta rupiah yang dilakukan saudara Kusrin (mantan Kakon Purwosari periode 2015-2021). Kamis (16/06).
Salah satu warga pekon Purwosari, mengatakan dirinya mewakili masyarakat pekon purwosari meminta kepada Aparat Penegak Hukum untuk melakukan penyidikan terkait adanya dugaan praktik korupsi dan mark-up Dana Desa Tahun Anggaran 2016 sampai 2021.
“Saudara Kusrin saat menjabat sebagai Kepala Pekon Purwosari diduga banyak melakukan penyimpangan anggaran dan tidak transparan terhadap masyarakat,” Ungkapnya kepada media intisarinews.co.id.
Pemerintah mengucurkan Dana Desa untuk menunjang kesejahteraan masyarakat baik dari Sektor Kesehatan, pertanian, sosial, budaya dll, tentunya diharapkan dapat menopang setiap kegiatan. Sehingga masyarakat pekon Purwosari meminta kepada (APH) untuk segera melakukan pengumpulan data dan proses penyidikan mengenai dugaan penyimpangan Dana Desa yang dilakukan oleh mantan Kakon Purwosari.
” Tolong lihat dan lakukan pengumpulan data. Kami siap memberikan keterangan kepada inspektorat, kepolisian, Kejaksaan Negri (KEJARI) Tanggamus hingga Kejaksaan Tinggi (KEJATI) Lampung,” Ujarnya.
Diketahui untuk anggaran 2021 pada kegiatan Peningkatan Produksi tanaman pangan Bibit pohon Pinang dan pohon Alpukat menelan dana yang sangat fantastis sebesar Rp.308.360.000,- dengan jumlah bibit Alpukat 1000 batang dan harga Rp.35.000,- /batang menghabiskan anggaran Rp.35.000.000,- dan bibit Pinang sejumlah 26.000 batang dengan harga 10.000,- /batang menelan anggaran Rp.260.000.000,- dan jasa penanaman bibit tersebut senilai Rp.13.360.000,-.
Saat awak media konfirmasi langsung dengan mantan Kakon Purwosari, saudara Kusrin mengarahkan untuk temui aparatur-aparatur pekon Purwosari mengenai bagaimana kalkulasi dan teknis pembagian bibit kepada penerima/warga masyarakat pekon purwosari.
“Keterangan dari saudara (US) salah satu aparatur Pekon Purwosari. ada yang satu KK/penerima dapat 2 (dua) batang, ada yang dapat 3 (tiga) dan banyak juga warga yang tidak kebagian bibit tersebut, sebap bibit yang dibagikan tidak mencukupi dengan jumlah penerima/warga pekon Purwosari,” Ujar US.
Jadi kalau dihitung dari jumlah KK/penerima dengan jumlah bibit yang disalurkan tentu tidak sesuai, pasalnya banyak warga yang tidak kebagian bibit tersebut. dari keterangan saudara Ujang Jumlah Kartu Keluarga pekon Purwosari 468 KK, jumlah bibit pinang 26.000 batang dan alpukat 1000 batang. Lalu kenapa masih banyak warga yang tidak kebagian bibit, apakah bibit tersebut tidak terbelanja sepenuhnya, diduga kuat adanya praktik korupsi dan permainan pada anggaran pengadaan bibit tersebut.
Kemudian Pagu anggaran tahun 2017 mencapai angka Rp.1.314.246982,-. Salah satu item pembangunan Bendung berskala kecil dengan anggaran Rp.72.190.000,- yang ralisasi bangunan fisiknya tidak ada (fiktif), juga terdapat (mark-up) pada harga material yang lumayan tinggi. dengan harga Pasir Rp.300.000,- /m³, batu belah Rp.300.000,- /m³, Semen Rp.80.000,- /m³.
“Pada saat tim kroschek keberadaan fisik bangunan Bendungan berskala kecik tersebut nyatanya tidak ada, Ujang dan satu rekannya aparatur pekon Purwosari malah menunjukan TPT (Talut Penahan Tanah). Ungkap salah satu rekannya, iya bang kalau Drainase dan Bendungan itu (tidak ada), jadi dua (rab) satu (kegiatan) ..?? iya bang, jadi Bendungan berskala kecil dan Drainase itu yaa TPT ini bang.” Jelas Ujang.
Selanjutnya Sarana Prasarana pemukiman atau pembelian Lahan Lapangan Tahun 2017 menelan anggaran hingga Rp.277.000.000,-. Sedangkan apa yang tertuang pada Perbup Tanggamus tahun 2015 Pasal 14 ayat 4 yaitu “Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai diatas Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksut pada ayat (1) huruf C.
“Saudara Kusrin (mantan Kakon Purwosari) mengungkapkan, Kami menggunakan (preser) dan sudah dapat rekom dari Bupati dan PMD mengenai pembelian lahan lapangan tersebut. senada disampakan oleh Ujang Sujana, kalau soal lapangan kebetulan kami sudah koordinasi dengan PMD dan Bupati bang, apakah rekom dan preser yang dimaksud dapat membatalkan Perbup ya kang ujang..? nah kalo itu saya kurang tau bang.” Terang Ujang.
Lahan yang dibeli untuk sarana olahraga, kepemudaan dll, itu masih berupa sawah. Sedangkan pada saat musyawarah desa bahwa kesepakatan pembelian lahan tersebut adalah pembelian lapangan “bukan sawah”, namun hingga saat ini lahan yang dibeli masih berbentuk sawah dan belum dapat digunakan sebagaimana fungsinya.
Kemudian pada item pembangunan saluran Drainase tahun anggaran 2017 berjumlah Rp.25.270.000,- realisasi fisiknya (fiktif) jelas tidak ada, dan ditemukam (mark-up) dengan harga material yang cukup tinggi. harga pasir Rp.300.000,- /m³, semen Rp.80.000,- dan batu belah Rp.300.000,-. (TIM)