Bandar Lampung, (ISN) – Yayasan Lembaga bantuan Hukum (LBH) 98 menggelar diskusi publik terkait adanya dugaan pengerusakan lahan warga Negara Mulya Kabupaten Way Kanan . Diskusi berlangsung di rumah kayu.
Kegiatan ini mengusung tema “Menakar Kinerja Satgas Anti Mafia Tanah Dibumi Lampung”.
Sebagai salah satu pembicara Pakar Hukum Pidana Universitas Lampung DR Eddy Rifai SH Mhum mengatakan bahwa Perkara penyerobotan lahan (tanah) dan pengrusakan tanam tumbuh yang di atas lahan berbeda objek perkaranya. Jika dalam hal penyerobotan lahan maka harus dibuktikan siapa pemilik lahannya melalui pengadilan perdata, tetapi dalam kasus pengrusakan tanam tumbuh diatas lahan, tidak perlu dibuktikan pemilik lahannya, tapi bisa diproses pidana pengrusakannya, meskipun nantinya lahan atau tanah itu milik orang lain.
“Jadi untuk kasus pengrusakan tanam tumbuh di lahan 23 Warga di Kampung Negara Mulya, di Way Kanan, bisa diproses hukum pidananya penrusakan. Sudah ada yuresprudensi mahkamah agung dalam beberapa kasus yang sama. Meski tanah itu milik kita, kemudian tanaman oleh orang lain, maka kita merusak bisa di pidana,” kata , saat menjadi pembicara diskusi publik menakar kinerja Satgas Anti Mafia Tanah di Bumi Lampung, di Rumah Makan Kayu, Kota Bandar Lampung, Jumat 12 Maret 2021.
Kasus 23 warga Kampung Negara Mulya, yang melaporkan telah terjadi pengerusakan lahan milik mereka, yang kemudian meerekaa menggusur darga dan merusak tanaman perladang petani dan dijadikan perkebunan tebu oleh sekelompok orang. Warga kemudian di laporkan ke Polres Way Kanan.
Selain kasus 23 petani yang kehilangan lahan petaninya, kasus Lahan Register di Kampung Suka Pura, Kasus Tanah warga di BKP Kemiling, dan banyak kasus lainnya seperti Lampung Tengah, Lampung Timur. Diskusi itu juga dihadiri untusan DPRD Provinsi Lampung, BPN Lampung. Kriksus Polda Lampung
Ditempat yang sama, Anton selaku penasehat Hukum 23 Warga Negara Mulya mengungkapkan, tujuan kegiatan tersebut salah satunya adalah membahas pola penyelesaiin tindak pidana pengrusakan penaganan ditingkat kepolisian juga untuk membuka cakrawala berfikir penyidik Polres Way Kanan. Jika ada pikiran Penyidik untuk menunda penyidikan karena alasan penyelesaian perdata terlebih dahulu itu sudah salah karena sudah ada dasar ada tiga putusan baik itu pada tahun 1958, 2010 yang telah diuji di tingkat Mahkamah Agung kasasi kemudian telah diputus juga di Lampung Tengah.
“Ini dijelaskan langsung oleh para ahli, pidana ini tidak ada kaitan dengan keperdataan, ini bukan berbicara tentang alas hak. Ini berbicara masalah tanaman yang dirusak, oleh karena itu hukum harus memberikan kepastian karena jelas ada kepastian hukum jangan sampai Polisi saja memaksa untuk melakukan penundaan maka akan ada kecuriagaan dan mereka mengangkangi aturan yang sudah ada,” tegasnya.
Dikatakannya lagi bawa, jangan sampai ada kecurigaan masyakarat karena diduga pelaku nya salah satu anggota DPRD sehingga di istimewakan.
“Seingat saya warga negara sama dimata hukum tidak ada pejabat atau bukan pejabat. Jangan sampai ada diskriminatif dan perlakuan spesial terhadap pejabat,” katanya.
Anton menyayangkan jawaban dari pihak kepolisian terkait mandeknya penyidikan ditingkat Polres Way Kanan yang dinilai normatif dan sangat tidak memuaskan.
“Mengingat laporan yang dilakukan oleh pihaknya sejak 2019 hingga 2021 belum ada kepastian bahkan ada dugaan upaya mengaburkan perkara ini. Kami terus terang kurang puas dengan apa yang dijelaskan oleh kepolisian tadi,” tegasnya.
Selanjutnya pihak penasehat hukum 23 warga Negara Mulya akan melakukan kroscek ke polres Way Kanan terkait sampai dimana perkara tersebut.
“Penyidik Polres ini sangat melebar dan tidak fokus terhadap tindak pidana pengrusakan karena memeriksa tapal batas dan kepala kampung setempat. Harusnya jika tindak pidana pengrusakan itu, penyidik menitik beratkan pada barang yang dirusak, siapa pemiliknya dan siapa yang mengetahui itu milik siapa ,” katanya lagi .
Anton berharap, Kapolda Lampung dengan Satgas anti Mafia tanah agar dapat benar-benar bekerja bukan hanya slogan dan tidak dijadikan pencitraan semata.
“Kapolda Lampung harus tau bahwa permasalahan dilampung seperti ini. Diujung Lampung yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan ada pengrusakan lahan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang merupakan tim dari anggota DPRD Way Kanan Doni Ahmad Ira (DAI),” pungkasnya.
Sementara Kasubdit II Krimum Polda Lampung Sukanda, saat ditanya terkait langkah Polda Lampung atas pengrusakan lahan milik warga Negara Mulya enggan menjawab dengan beralasan karena tidak ada kaitannya pada diskusi publik tersebut.
“Saya tidak bisa berkomentar terkait hal itu, karena saya datang kesini terkait dengan satgas anti mafia tanah,” katanya.
Saat disinggung dengan adanya mandeknya penydikan Sukanda mengatakan, silahkan ditunggu.
“Silahkan itu pendapat anda sendiri tadi kan udah disampaikan enggak puas silahkan mengadu. Kalau permasalahan nanti ditindaklanjuti,” singkatnya seraya meninnggalkan lokasi diskusi. (Zhani)