Bandar Lampung (ISN) – Mantan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Edi Yanto, yang kini menjabat Asisten II Pemprov Lampung ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan bantuan benih jagung tahun anggaran 2017 oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Selain Edi Yanto, penyidik Pidsus Kejati Lampung juga menetapakan rekanan Herlin Retnowati, dan Imama Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung.
“Hari ini Kejaksaan Tinggi Lampung menetapkan tersangka dalam kegiatan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bantuan benih jagung pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian yang dialokasikan untuk Provinsi Lampung tahun anggaran 2017,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung Heffinur, dalam keterangan persnya, Kamis 25 Maret 2021.
Kajati didampingi para pejabat tinggi Kajati Lampung menjelaskan kasus ini bermula dari kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh penyelidik pada Kejaksaan Agung dengan menggunakan sumber informasi awal yang tertuang dalam LHP BPK terhadap kegiatan Pemeriksaan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, pada program pemerintah untuk mewujudkan swasembada jagung di Indonesia dengan cara pengajuan proposal kepada Kementerian Pertanian secara elektronik (e-proposal) pada 2017. “Dari pengajuan tersebut, Lampung mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp140 miliar,” tegasnya.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang, Kementan mensyaratkan agar uang tersebut dipergunakan atau dibelanjakan untuk benih varietas hibrida (pabrikan) sebanyak 60 persen dari nilai anggaran dan benih varietas hibrida Balitbangtan sebanyak 40 persen dari nilai anggaran tersebut.
“Kemudian Pejabat Pembuat Komitmen melaksanakan penandatanganan kontrak sebanyak 12 kontrak dalam lima tahapan kegiatan dengan jenis benih varietas yang diadakan sebanyak 9 jenis benih varietas hibrida dan salah satu varietas yang diadakan adalah jenis benih varietas Balitbang dengan merek BIMA 20 URI,” jelas Kajati.
Dalam penunjukan penyedia varietas benih jagung Balitbangtan, jelas Kajati, PPK kemudian menunjuk PT DAPI yang mengaku sebagai distributor yang ditunjuk oleh PT ESA untuk Lampung. “Dengan pelaksanaan kontrak sebanyak dua kali dengan nilai kontrak sebesar lebih kurang Rp15 miliar yang dialokasikan untuk lebih kurang 26.000 hektare lahan tanam dengan jumlah benih sebanyak 400 kg yang disebar di Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Lampung Utara,” urai Kajati.
Dalam temuan BPK, adanya indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI karena benih melebihi batas masa edar atau kadaluarsa dan benih tidak bersertifikat senilai lebih kurang Rp8 miliar. “Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan RI,” kata dia.
Sepanjang penyelidikan ini, Kejati Lampung telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dengan jumlah sebanyak 25 orang. Alat bukti yang dimiliki oleh penyidik adalah alat bukti saksi, ahli, surat dan petunjuk. Dan dalam penyidikan penyidik memperoleh fakta bahwa PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produsen jenis benih BIMA 20 URI, melainkan proses yang terjadi di dalam proses pengadaan hanya proses jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA.
“Dalam mengadakan benih varietas penyedia yang ditunjuk dalam hal ini PT DAPI mengadakan sendiri (membeli dari pasar bebas) sehingga kualitas daripada benih yang diadakan menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan atau sertifikat kadaluarsa alias sertifikat tumpang tindih,” ujarnya.
Kajati menegaskan penyelidikan kasus ini menggunakan sumber informasi awal yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menemukan adanya indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI karena benih melebihi batas masa edar atau kadaluarsa. “Selain itu juga benih tidak bersetifikat senilai lebih kurang Rp8 miliar. Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI,” ungkapnya.
Ketiga tersangka saat ini disangkakan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Dan subsider pasal 3 jo pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. “Dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara,” katanya.
Rekanan Beli Bibit Asal Palsukan Surat PT ESA
Dalam realisasi program pemerintah untuk mewujudkan swasembada jagung di Indonesia. Sehingga di tahun 2017 Kementerian Pertanian dan untuk itu Pemerintah Kabupaten dan Kota mengajukan proposal kepada Kementerian Pertanian secara elektronik (E- Proposal).
Dari pengajuan itu kemudian Provinsi Lampung mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp140 miliar dan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia mensyaratkan agar uang tersebut dipergunakan dan dibelanjakan untuk benih varietas hibrida (pabrikan) sebanyak 60 persen.
Dari nilai anggaran dan benih varietas hibrida Balitbangtan sebanyak 40 persen dari nilai anggaran tersebut. Atas pelaksanaan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan diatas, kemudian PPK melaksanakan penandatanganan kontrak sebanyak 12 belas kontrak dalam 5 tahapan kegiatan dengan jenis benih varietas. Yang diadakan sebanyak 9 jenis benih varietas hibrida dan salah satu varietas yang diadakan adalah jenis benih varietas balitbang dengan merek BIMA 20 URI.
Dalam penunjukan penyedia varietas benih jagung balitbangtan, PPK kemudian menunjuk PT DAPI yang mengaku sebagai distributor yang ditunjuk oleh PT ESA untuk Provinsi Lampung dengan pelaksanaan kontrak sebanyak 2 kali. Dengan nilai kontrak sebesar lebih kurang Rp.15 miliar yang dialokasikan untuk lebih kurang 26.000 Ha lahan tanam dengan jumlah benih sebanyak 400Kg yang tersebar di Kabupaten Lampung Timur. Lalu di Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Utara.
Faktanya bahwa PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produsen jenis benih BIMA 20 URI melainkan proses yang terjadi didalam pengadaan hanya proses jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA. Dalam mengadakan benih varietas penyedia yang ditunjuk dalam hal ini PT DAPI mengadakan sendiri (membeli dari pasar bebas) sehingga kualitas daripada benih yang diadakan menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan (sertifikat kadaluarsa dan sertifikat tumpang tindih). (*)