Intisarinews.co.id–Oom !! Jurnalis ?
Itu awal dimana sebuah tanya dari tiga orang mahasiswa Kota Metro, yang kebetulan juga aktif dalam kelas menulis artikel dan sebagainya.
Tanya mahasiswa itu, berlanjut bagaimana mengemas sebuah tulisan agar menarik, tidak hanya sesuai dengan fakta dan bla bla bla, aturan norma berita sejatinya.
Singkatnya, saya memberikan pemahaman dengan me-rivew beberapa link berita, sebagai materi kupasan.
Didalamnya juga, saya paparkan bagaimana mengolah data informasi dan data dokumentasi yang baik. Ingat ” Data Informasi dan Data Dokumentasi”. Kalo versi saya ada bedanya.
Berlanjut soal ini, setelah dijelaskan ciri dan bagaimana membuat sebuah tulisan berita yang baik dan tentunya menarik. Saya pun menjawab, sangat mudah, tinggal mendengar, cari kongsi untuk mendapat data, karang tulis dengan judul duga menduga, soal isi beritanya, buat sesuka nya saja.
Setelahnya share seluas mungkin, jadi viral, syukur tidak viral juga, cukup lumayan menakut nakuti.
Singkat cerita, setelah saya kabarkan bagaimana penulisan berita yang baik, bukan hanya mengedepankan KEJ dan lainnya.
Lantas, Berita kritik semcamanya itu seperti apa Om ?
Saya sedikit terdiam, berpikir. Bergumam dalam hati, mahasiswa ini kenal dari mana soal berita kritik..!
Dengan senyum kecil, saya menjawab. Sepengetahuan saya, sejak jadi jurnalis dari tahun 2006 lalu sampai sekarang, belim pernah tau soal Berita Kritik, yang ada mungkin isi berita yang mengkritik, meskipun tidak melulu ada buah solusi didalamnya, apapun itu beritanya.
Perlu di sampaikan, antara kritik dan saran itu ada bedanya. Kalau Saran itu berisi sebuah pesan untuk perbaikan untuk lebih positif dan baik. Kalau Kritik hanya sebuah pesan dengan hal negatif, yang kebanyakan memberikan lontaran kurang baik dan ada bumbu negatif.
Artinya, kalau mengkritik itu, sah sah saja. Masalahnya, kebanyakan orang pada umumnya masih sangat minim pengetahuan apa itu kritik dengan sejuta pengetahuan materi yang dikuasai. “Skak Mat”
Bahkan di dunia jurnalistik pun, banyak oknum oknum yang membuat menyajikan berita yang didalamnya terdapat unsur ketidaksukaan, unsur sakit hati atau dikenal “pasal jengkel”, dan bahkan berita nya mengandung unsur Pasal 310, Pasal 369, satu lagi ada unsur pasal 311 KUHPidana.
Soal ini, tentu mengait pada pengetahuan SDM, dan Pola Pikir individu itu sendiri. Bicara soal Pola Pikir, paling sedikitnya ada empat faktor yang mempengaruhi pola pikir seseorang, diantaranya lingkungan keluarga dan pergaulan dengan masyarakat, faktor pendidikan dan faktor aistem kepercayaan.
Ini semua perlu di pahami, kalau mau lebih berkelas Yah, Searching aja Google beres to..!!
“simple ku menjelaskan sambil guyon, nyeruput segelas kopi”
Kalau membahas soal bagaimana cara bedakan berita baik dan berita buruk! Sekarang ini era digital tak bisa terbendung, banyak sekali informasi berita menyebar dengan luas.
Soal berita baik dan hoaks semcamnya, sudah tentu kita paham bagaimana dan apa. Hanya saja, ada kategori baru soal berita yang diulas diatas yakni ” Berita Kritik versus Berita Pasal Jengkel”
Kalau berita kritik sudah diulas sebagian kecil diatas. Dan bagaimana cara bedakan berita baik dan buruk itu, yah apa yang saya katakan tadi Searching aja sih, biar singkat waktu tak berkepanjangan, karena terlalu luas soal materi ini.
Sekarang di ulas sedikit, soal “Berita Pasal Jengkel”
Berita Pasal Jengkel ini yang sadar tidak sadar banyak bermunculan dengan berbagai kanal website media digital dengan kata “duga menduga” padahal jika di simak dan di pahami, maka unsur isi berita cukup mencengangkan, karena dipenuhi unsur unsur negatif yang tentu melanggar norma kaedah kejurnalistikan, ini ada pasal – pasal nya seperti ulasan di atas, termasuk pasal jengkel !
Berita pasal jengkel dibuat, dari segelintir oknum yang mengatasnamakan wartawan atau jurnalis, bahkan mirisnya oknum jurnalis yang konon latanya sudah berkompeten. Jadi tak heran ada banyak berita pasal jengkel ini yang muncul tanpa di sadari.
Boleh di ibaratkan Saya Romzi Seorang Jurnalis, pada saat saya memegang sebuah kendali pimpinan (pimpinan media, pimpinan organisasi kewartawan atau pimpinan LSM/Ormas rangkap jurnalis sekalipun), ketika saya tidak mendapatkan hal yang saya inginkan, misal proyek, atau dana hibah dan atau dana MoU kerjasama bisnis media dan bahkan kurang besar nilai kerjasama.
Inilah awal kebanyakan muncul berita pasal jengkel, sedemikian rupa di buat, dicari informasinya di gali data informasinya, bahkan mengintruksikan kaki tangannya bergerak, mengkonfirmasikan sebuah berita kepihak pihak terkait, yang tujuannya pertama agar terkesan berimbang dalam sebuah berita, tujuan keduanya, agar obyek atau pihak yang diberitakan ketakutan dan ujungnya sebuah perundingan yang tentunya ada keuntungan.
Kondisi ini sudah lama terjadi, hanya saja sebagian pihak tidak mau mengambil langkah tegas, karena tidak mau repot. Padahal jika di lakukan suatu langkah tegas, maka sama saja menangkal penyebaran berita tidak benar, berita mengandung unsur kepentingan dan kebencian dan sebagainya.
Nah disini sudah bisa di ambil suatu pengetahuan, bahwasannya, menjadi seorang jurnalis itu tidak semudah yang di pikirkan, menulis berita juga tidak semudaj kita mengarang cerita. Dengan maraknya bermunculan media digital saat ini, tentunya juga akan banyak orang yang terus menggali wawasan pengetahuannya untuk memporsikan dirinya sebagai jurnalis bukan sembarang jurnalis.
Dan tidak heran jika kedepan, akan ada aturan aturan mengikat dan tegas, yang menyangkut kejurnalistikan.
So, jurnalis itu tidak ada yang kebal hukum, selain UU Pokok Pers yang setiap saat akan menjerat leher sendiri, bahkan ada pasal pasal pidana keterkaitan yang akan mendampingi, manakala sebuah informasi berita tidak terbukti kebenarannya, maka sama saja “FITNAH”.
*Alumni Kompetensi LSPR Angkt II – 2019 – Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Online Lampung * (*/Man) alias Berita Pasal Jengkel
Oleh : Romzi Hermansyah
Intisarinews.co.id–Oom !! Jurnalis ?
Itu awal dimana sebuah tanya dari tiga orang mahasiswa Kota Metro, yang kebetulan juga aktif dalam kelas menulis artikel dan sebagainya.
Tanya mahasiswa itu, berlanjut bagaimana mengemas sebuah tulisan agar menarik, tidak hanya sesuai dengan fakta dan bla bla bla, aturan norma berita sejatinya.
Singkatnya, saya memberikan pemahaman dengan me-rivew beberapa link berita, sebagai materi kupasan.
Didalamnya juga, saya paparkan bagaimana mengolah data informasi dan data dokumentasi yang baik. Ingat ” Data Informasi dan Data Dokumentasi”. Kalo versi saya ada bedanya.
Berlanjut soal ini, setelah dijelaskan ciri dan bagaimana membuat sebuah tulisan berita yang baik dan tentunya menarik. Saya pun menjawab, sangat mudah, tinggal mendengar, cari kongsi untuk mendapat data, karang tulis dengan judul duga menduga, soal isi beritanya, buat sesuka nya saja.
Setelahnya share seluas mungkin, jadi viral, syukur tidak viral juga, cukup lumayan menakut nakuti.
Singkat cerita, setelah saya kabarkan bagaimana penulisan berita yang baik, bukan hanya mengedepankan KEJ dan lainnya.
Lantas, Berita kritik semcamanya itu seperti apa Om ?
Saya sedikit terdiam, berpikir. Bergumam dalam hati, mahasiswa ini kenal dari mana soal berita kritik..!
Dengan senyum kecil, saya menjawab. Sepengetahuan saya, sejak jadi jurnalis dari tahun 2006 lalu sampai sekarang, belim pernah tau soal Berita Kritik, yang ada mungkin isi berita yang mengkritik, meskipun tidak melulu ada buah solusi didalamnya, apapun itu beritanya.
Perlu di sampaikan, antara kritik dan saran itu ada bedanya. Kalau Saran itu berisi sebuah pesan untuk perbaikan untuk lebih positif dan baik. Kalau Kritik hanya sebuah pesan dengan hal negatif, yang kebanyakan memberikan lontaran kurang baik dan ada bumbu negatif.
Artinya, kalau mengkritik itu, sah sah saja. Masalahnya, kebanyakan orang pada umumnya masih sangat minim pengetahuan apa itu kritik dengan sejuta pengetahuan materi yang dikuasai. “Skak Mat”
Bahkan di dunia jurnalistik pun, banyak oknum oknum yang membuat menyajikan berita yang didalamnya terdapat unsur ketidaksukaan, unsur sakit hati atau dikenal “pasal jengkel”, dan bahkan berita nya mengandung unsur Pasal 310, Pasal 369, satu lagi ada unsur pasal 311 KUHPidana.
Soal ini, tentu mengait pada pengetahuan SDM, dan Pola Pikir individu itu sendiri. Bicara soal Pola Pikir, paling sedikitnya ada empat faktor yang mempengaruhi pola pikir seseorang, diantaranya lingkungan keluarga dan pergaulan dengan masyarakat, faktor pendidikan dan faktor aistem kepercayaan.
Ini semua perlu di pahami, kalau mau lebih berkelas Yah, Searching aja Google beres to..!!
“simple ku menjelaskan sambil guyon, nyeruput segelas kopi”
Kalau membahas soal bagaimana cara bedakan berita baik dan berita buruk! Sekarang ini era digital tak bisa terbendung, banyak sekali informasi berita menyebar dengan luas.
Soal berita baik dan hoaks semcamnya, sudah tentu kita paham bagaimana dan apa. Hanya saja, ada kategori baru soal berita yang diulas diatas yakni ” Berita Kritik versus Berita Pasal Jengkel”
Kalau berita kritik sudah diulas sebagian kecil diatas. Dan bagaimana cara bedakan berita baik dan buruk itu, yah apa yang saya katakan tadi Searching aja sih, biar singkat waktu tak berkepanjangan, karena terlalu luas soal materi ini.
Sekarang di ulas sedikit, soal “Berita Pasal Jengkel”
Berita Pasal Jengkel ini yang sadar tidak sadar banyak bermunculan dengan berbagai kanal website media digital dengan kata “duga menduga” padahal jika di simak dan di pahami, maka unsur isi berita cukup mencengangkan, karena dipenuhi unsur unsur negatif yang tentu melanggar norma kaedah kejurnalistikan, ini ada pasal – pasal nya seperti ulasan di atas, termasuk pasal jengkel !
Berita pasal jengkel dibuat, dari segelintir oknum yang mengatasnamakan wartawan atau jurnalis, bahkan mirisnya oknum jurnalis yang konon latanya sudah berkompeten. Jadi tak heran ada banyak berita pasal jengkel ini yang muncul tanpa di sadari.
Boleh di ibaratkan Saya Romzi Seorang Jurnalis, pada saat saya memegang sebuah kendali pimpinan (pimpinan media, pimpinan organisasi kewartawan atau pimpinan LSM/Ormas rangkap jurnalis sekalipun), ketika saya tidak mendapatkan hal yang saya inginkan, misal proyek, atau dana hibah dan atau dana MoU kerjasama bisnis media dan bahkan kurang besar nilai kerjasama.
Inilah awal kebanyakan muncul berita pasal jengkel, sedemikian rupa di buat, dicari informasinya di gali data informasinya, bahkan mengintruksikan kaki tangannya bergerak, mengkonfirmasikan sebuah berita kepihak pihak terkait, yang tujuannya pertama agar terkesan berimbang dalam sebuah berita, tujuan keduanya, agar obyek atau pihak yang diberitakan ketakutan dan ujungnya sebuah perundingan yang tentunya ada keuntungan.
Kondisi ini sudah lama terjadi, hanya saja sebagian pihak tidak mau mengambil langkah tegas, karena tidak mau repot. Padahal jika di lakukan suatu langkah tegas, maka sama saja menangkal penyebaran berita tidak benar, berita mengandung unsur kepentingan dan kebencian dan sebagainya.
Nah disini sudah bisa di ambil suatu pengetahuan, bahwasannya, menjadi seorang jurnalis itu tidak semudah yang di pikirkan, menulis berita juga tidak semudaj kita mengarang cerita. Dengan maraknya bermunculan media digital saat ini, tentunya juga akan banyak orang yang terus menggali wawasan pengetahuannya untuk memporsikan dirinya sebagai jurnalis bukan sembarang jurnalis.
Dan tidak heran jika kedepan, akan ada aturan aturan mengikat dan tegas, yang menyangkut kejurnalistikan.
So, jurnalis itu tidak ada yang kebal hukum, selain UU Pokok Pers yang setiap saat akan menjerat leher sendiri, bahkan ada pasal pasal pidana keterkaitan yang akan mendampingi, manakala sebuah informasi berita tidak terbukti kebenarannya, maka sama saja “FITNAH”.
*Alumni Kompetensi LSPR Angkt II – 2019 – Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Online Lampung * (*/Man)