Kades Sebut Bangun Gapura Pakai Uang Pribadi, Gindha Ansori: Penegah Hukum Harus Selidiki Masalah ini
LAMPUNG UTARA (ISN) – Pembangunan Gapura cor beton, Desa sabuk Empat, Kecamatan Abung Kunang, Kabupaten Lampung Utara yang menggunakan anggaran dana desa (DD) 2019 dengan nilai Rp. 124.153.500.- sabtu siang (05/10/2019) ambruk.
Saat dikonfirmasi Nandang Zaily kepada desa (kades) mengatakan, bahwa pembangunan tersebut sudah sesuai spek dan menggunakan dana pribadinya.
” itu musibah untuk saya pribadi karena itu dikerjakan dengan dana talangan say pribadi, jadi itu resiko kerugian pribadi saya,” katanya saat dihubungi melalui sambungan tlp. Minggu (6/10).
Tidak hanya mengakui bahwasanya itu adalah menggunakan dana pribadinya, pihaknya juga mengatakan bahwa anggaran tersebut akan dialihkan ke pembangunan fisik lainnya, dan akan merubah Rab pada APDes. Saat ditanya sejak kapan perubahan APBDes dilakukan, dirinya mengatan baru akan merubah besok.
” Belum, besok senin (7/10) APBDes baru mau dirubah oleh tenaga ahli kabupaten dan PMD, dan seluruh lampung utara akan rubah APBDes nya,” katanya lagi.
Menanggapi hal itu Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Gindha Ansori Wayka mengatakan, membangun desa tentunya kini telah menggunakan dana desa, pembangunan ini tentunya sudah ditentukan sejak awal dalam ajuan APBDes.
” Pembangunan apapun yang menggunakan dana desa tentunya harus sesuai spesifikasi sebagaimana petunjuk dari peraturan penggunaan dana desa. Apabila ada pekerjaan yang diduga tidak sesuai maka tentunya akan dilakukan audit penggunaan dana desanya, terkait pembangunan gapura yang ambruk dengan nilai 124 juta rupiah yang diduga menggunakan dana desa tentunya harus dibuka kembali dokumen APBDes yang sudah
ditetapkan,” katanya melalui pessan WhatsApp. Minggu (6/10).
Akademisi asal Way Kanan inipun ngatakan baha, Menjadi menarik tatkala ada kepala desa yang mengklaim telah membangun gapura dengan dana pribadi. Terhadap hal ini perlu diperdalam lagi, tingkat ekonomi kepala desa tersebut, atau diduga jangan-jangan hanya upaya untuk mengelabui atau mencari alibi saja untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum.
” Terhadap perubahan APBDes, tentunya tidak serta merta dapat dilakukan, apalagi perubahan ini seolah dipergunakan sebagai dasar hukum atau alat melegitimasi untuk memasukkan anggaran baru yang tujuannya untuk mengganti uang pembangunan gapura yang sudah ambruk. Jika APBDes itu memasukkan anggaran nilainya sama dengan pembangunan Gapura tersebut untuk kegiatan lain, maka tidak diperkenankan untuk
melakukan perubahan atas APBDes yang sudah ditetapkan dan diusulkan kepada Pemerintah,” tabahnya.
Praktisi hukum ini juga menegaskan bahwa, Jika nilainya sama dengan jumlah dana pembangunan gapura yang sudah ambruk, maka penegak hukum harus mulai melakukan penyelidikan terkait persoalan ini. Pasal 40 Permendagri 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
” Pasal 40 Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan APB Desa apabila terjadi:
penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa pada tahun anggaran berjalan; sisa penghematan belanja dan sisa lebih perhitungan pembiayaan tahun berjalan yang akan digunakan dalam tahun berkenaan;
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar bidang, antar sub bidang, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan. Perubahan APB Desa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Kriteria keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Bupati/Wali Kota mengenai Pengelolaan Keuangan Desa. Perubahan APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Desa mengenai perubahan APB Desa dan tetap mempedomani RKP Desa,” tegasnya.
Sementara jelas tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 pasal 29 ayat (3) RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ayat (4) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan.
” jangan-jangan hanya upaya untuk mengelabui atau mencari alibi saja untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum dan tentu pihak tenaga ahli dan PMD pun tidak sbarangan menabrak aturan yang belakuu, itu adalah upaya melawwan hukum,” tambahnya.(Red)