Bandar Lampung (ISN) – Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung Juniardi SH MH, meminta Kapolda Jawa Timur untuk segera menangkap para preman backing tempat hiburan malam (Diskotik,red) di Surabaya, yang telah melakukang penganiayaan terhadap 5 wartawan yang sedang melakukan aktifitas peliputan atau kerja kerja jurnalistik.
“Selain perbuatan pidana, aksi penganiayaan kepada pekerja jurlastik itu juga merupakan bentuk bentuk menghalangi kerja jurnalistik, dan menghambat proses demokrasi dan kemerdekaan pers freedom by the press,” kata Juniardi, wartawan senior pemimpin redaksi sinarlampung.co.
Mantan Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung itu menjelaskan terkait Perlindungan wartawan, kata Juniardi, bahwa bagi keselamatan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya telah menjadi kewajiban dunia internasional.
Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Council) Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria, dalam resolusi yang disepakati oleh seluruh anggotanya pada 27 September 2012 untuk pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur fundamental dalam kebebasan ekspresi.
Dalam resolusi itu, lanjut Dia Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan kepada negara-negara di dunia agar ”mengembangkan lingkungan yang aman bagi para wartawan dan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan pekerjaannya secara independen.”
Resolusi ini juga menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan dengan melakukan ”investigasi yang tidak memihak, cepat, dan efektif” atas tindakan kekerasan terhadap wartawan.
“Karena itu, Indonesia juga ada di dalamnya. Maka kita mengimbau kepada seluruh pihak agar menghentikan kekerasan terhadap wartawan. Karena kita sepakat bahwa menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh siapa saja kepada wartawan,” kata Juniardi.
Alumni peserta Hari Pers International ini, menyatakan keselamatan wartawan masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap media atau wartawan.
Aspek yang menonjol dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan adalah belum adanya pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme penanganan masalah yang dapat menjadi rujukan bagi berbagai pihak terkait.
“Karena itu dewan pers juga perlu mempercepat penyusunan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan,” katanya.
Juniardi melanjutkan wartawan merupakan pewarta yang harus dihargai tugas sebagai pemberi infrormasi kepada khalayak umum dan keberadaannya telah membantu masyarakat bisa mengenal banyak hal dan informasi.
“Tugas seorang wartawan adalah tugas yang sangat mulia karena selain menjalankan tugasnya, wartawan juga sebagai pemantau dan pemberi informasi. Jadi kita jangan mempermalukan bangsa dengan kondisi pers Indonesia,” ujarnya.
Juniarrdi dengan tegas sangat mengecam kepada seluruh elemen masyarakat, baik dari tingkat pegawai negeri sipil (PNS), aparat keamanan dan masyarakat biasa yang melakukan kekerasan kepada wartawan.
Dia juga mengingatkan kepada wartawan yang mendapat tindak kekerasan dari siapa pun pada saat sedang melaksanakan tugasnya sebagai jurnalis jangan segan-segan melaporkan kasus ini kepada kepolisian.
“Wartawan harus berani melaporkan tindak kekerasan yang diterimanya sampai tingkat pengadilan. Ini agar bisa menjaduoan egek jera kepada siapa saja yang melakukan tindak kekerasan kepada wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya,” ujarnya.
Juniardi berharap pemerintah (eksekutif, legislatif, hingga yudukatif) memberikan sosialisasi kepada masyarakat umum tentang pentingnya wartawan. “Sosialisasi sangat perlu pasalnya di Indonesia ini masih banyak warga belum mengetahui arti pentingnya pers,” ujarnya.
Kepada para wartawan, Juniardi juga meminta agar dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan kode etik jurnalistik yang sudah terkandung dalam undang-undang pers.
“Jangan sampai tugas seorang wartawan disalahkagunakan yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Gunakanlah kode etik jurnalistik saat sedang melaksanakan tugas,” katanya.. (red)