KALIANDA – Sejumlah kejanggalan yang terjadi pada realisasi anggaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (DPTPHBun) Lampung Selatan (Lamsel) tahun 2021, memantik sorotan Liga Pemuda Indonesia (LPI) Lampung.
Menurut LPI, realisasi anggaran pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mengurusi tentang pertanian dan perkebunan di Lamsel semestinya berbasis manfaat dengan skala prioritas. Bukan justru sebagai sarat bagi oknum meraup keuntungan.
“Dari realisasi anggaran yang sudah dilaksanakan, apakah besar manfaatnya untuk masyarakat ?. Sebab pada prinsipnya, setiap penggunaan anggaran negara manfaatnya harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Bukan untuk meraih keuntungan person oknum pejabat,”tegas Ketua LPI Lampung, Lamen Hendra Saputra kepada wartawan, Selasa (21/6/2022).
Dikatakan Lamen, dari ketidaksingkronan pernyataan Kepala DPTPHBun Lamsel soal realisasi anggaran belanja toolset, nampak bahwa terjadi kejanggalan. Pada data LPJ tertulis 800 juta, sementara Kadis mengaku hanya 15 juta.
“Artinya, masih ada sisa dalam realisasi anggaran belanja toolset yang tidak jelas kemana rimbanya. Maka, wajar juga apabila kemudian muncul dugaan sarat korup. Tapi, yang dapat membuktikannya tentu adalah aparat penegak hukum,”tambahnya.
Sementara, terkait adanya dugaan Doble anggaran, Lamen menegaskan, hal tersebut juga merupakan sebuah upaya dari para oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
“Kalau anggaran pengawasan diklaim include pada anggaran pengerjaan fisik, itu aneh. Padahal, untuk realisasi pembangunan sarprasnya ada pos anggaran sendiri. Artinya, ini Doble anggaran namun sebenarnya satu kegiatan yang sama,” katanya.
Lamen menyarankan, agar dalam laporan realisasi anggaran di Dinas PTPHBun Lamsel harus benar-benar dilakukan evaluasi yang serius oleh pihak DPRD setempat.
“Sebab, yang memiliki kewenangan pertama dalam laporan realisasi anggaran adalah DPRD. Maka, DPRD harus benar-benar serius untuk mengevaluasinya. Sebelum, memang muncul bukti jelas bahwa ada anggaran yang mencurigakan dan menjadi ranah aparat hukum,”imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, kejanggalan realisasi anggaran terjadi pada pos anggaran pengadaan toolset sebanyak dua unit senilai Rp.909.456.813, dengan realisasi sebesar Rp.870.813.957 atau 95,75 persen.
Sementara, saat dikonfirmasi, Kepala DPTPHBun Lamsel, Bibit Purwanto mengaku, pembelian toolset tersebut tidak sampai ratusan juta, melainkan hanya senilai Rp15 juta per unit.
Kemudian, realisasi anggaran pada pos pengawasan penggunaan sarana pendukung pertanian, sesuai komoditas, tekhnologi dan spesifik lokasi. Pos ini diperuntukkan pada jumlah sasaran sebanyak 13 unit sarana prasana pertanian.
Anggaran yang tertera yakni senilai Rp. 2.698.092.250 dengan realisasi sebesar Rp.2.574.429.898. Pada pos anggaran ini, Bibit Purwanto mengklaim, bahwa yang dimaksud pada pos anggaran tersebut adalah pengerjaan fisik di Dinas PTPHBUN Lamsel.
Ditelusuri lebih lanjut, jika Kepala DPTPHBun Lamsel mengklaim bahwa pos anggaran tersebut merupakan pengerjaan fisik, maka dalam realisasi anggaran diduga terjadi doble kegiatan.
Sebab, realisasi anggaran pengerjaan sarana dan prasarana pertanian terdapat pos anggaran sendiri dengan judul program penyediaan dan pengembangan prasarana pertanian. Dengan nilai Rp.3.029.632.264 realisasi sebesar Rp.2.943.435.928 atau sebesar 97,15 persen. (Red/Azr)